REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan melaporkan realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kuartal pertama 2018 sebesar 0,58 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 85,8 triliun. Jumlah defisit ini paling rendah dalam periode yang sama selama tiga tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, defisit anggaran pada periode 2015 sebesar 0,71 persen ter hadap PDB, 2016 sebesar 1,13 persen terhadap PDB, dan 2017 sebesar 0,76 persen terhadap PDB. "Dengan begitu, ada penurunan realisasi defisit di bandingkan tiga tahun sebelumnya," kata Sri dalam jumpa pers realisasi APBN kuartal I 2018 di kantor Kementerian Keuangan, Ja karta, Senin (16/4).
Realisasi defisit anggaran berasal dari pendapatan negara yang hingga 31 Maret 2018 mencapai Rp 333,8 triliun, sedangkan belanja negara tercatat mencapai Rp 419,6 triliun. Pen dapatan negara meliputi penerimaan perpajakan Rp 262,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp 71,1 triliun, dan hibah Rp 0,3 triliun.
Sementara, realisasi belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 234 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 185,6 triliun. Untuk realisasi belanja pemerintah pusat, terdiri atas belanja kementerian dan lembaga Rp 103,1 triliun dan belanja nonkementerian dan lembaga Rp 130,8 triliun.
Sri mengatakan, realisasi yang positif ini memperlihatkan kinerja APBN yang semakin baik dan menjadi insentif bagi perekonomian untuk tumbuh lebih optimal. "Kita melihat tren APBN sema kin baik dan semakin sehat," kata Sri.
Terkait penerimaan, Sri menjelaskan, realisasi penerimaan perpajakan termasuk bea dan cukai yang mencapai Rp 262,4 triliun atau 16,2 persen dari target APBN Rp 1.618,1 triliun telah menunjukkan adanya perbaikan kinerja ekonomi. "Ini menunjukkan denyut ekonomi kita mulai menunjukkan adanya kenaikan," kata Sri.
Realisasi perpajakan tersebut tumbuh 16,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya tanpa mempertimbangkan penerimaan dari kebijakan amnesti pajak. Sedangkan, pendapatan pajak sudah mencapai Rp 244,5 triliun (tumbuh sebesar 9,9 persen) atau 17 persen dari target Rp 1.424 triliun.
Penerimaan pajak terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 144,3 triliun, pajak per tam bahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp 98,7 triliun. Sedangkan, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 1,6 triliun.
Hampir seluruh jenis pajak utama tumbuh dua digit, antara lain PPh Pasal 21 dengan realisasi Rp 30,39 triliun atau tumbuh 15,73 persen dan PPh 22 impor dengan realisasi Rp 13,09 triliun atau tumbuh 25,09 persen. "PPh pasal 21 yang merupakan pajak yang dipotong oleh pemberi kerja tumbuh tinggi sejak 2013," kata Sri.
Dengan positifnya kinerja APBN, Sri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menembus 5,2 persen pada kuartal pertama 2018. Pemerintah, dia menegaskan, akan terus berupaya menjaga momentum positif dalam per ekonomian. "Kemarin kami sudah umumkan insentif investasi, Presiden juga terus meminta lakukan simplifikasi," kata nya.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu meyakini, momentum positif dalam perekonomian akan berlanjut pada kuartal selanjutnya. Ia menyebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2018 akan didorong momen Ramadhan dan Lebaran. Pada saat itu, pemerintah akan memberikan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil (PNS).
Belanja subsidi
Kemenkeu menyampaikan belanja subsidi hingga Maret 2018 telah mencapai Rp 25,3 triliun. Jumlah tersebut mencapai 16,2 persen dari pagu sebesar Rp 156,2 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pengeluaran subsidi tersebut sudah termasuk pembayaran utang subsidi energi kepada PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Askolani mengatakan, total tunggakan subsidi yang dibayarkan sebesar Rp 9,3 triliun.
"Untuk BBM dan elpiji Rp 6,3 triliun dan PLN Rp 3 triliun," kata Askolani. n antara ed: satria kartika yudha