REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menyampaikan, PP Muhammadiyah mengecam serangan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis ke Suriah. Menurutnya untuk menyelesaikan masalah konflik yang terjadi di Suriah perlu ada peran dari Uni Eropa.
"Saya kira Uni Eropa perlu mengangkat persoalan ini (konflik Suriah) terkait dengan keterlibatan Prancis sebagai anggota Uni Eropa," kata Mu'ti kepada i di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (17/4).
Menurutnya, para pemimpin di Uni Eropa sebagai kekuatan lain yang tidak berada di blok Rusia dan AS, bisa mengambil peran untuk membuat solusi damai. Solusi damai dari mereka bisa diupayakan melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bisa juga melalui forum yang lain. Tapi yang paling mungkin melalui PBB.
"Uni Eropa dengan kekuatannya bisa mendesak PBB untuk sekali lagi melakukan sidang darurat, dan memaksa semua pihak yang bertikai melakukan gencatan senjata," ujarnya.
Menurutnya, dengan kekuatan Uni Eropa mereka bisa mendesak untuk menghentikan semua aksi kekerasan di Suriah. Sebab aksi kekerasan hanya akan menyengsarakan rakyat yang tidak berdosa.
Ia menyampaikan, kalau serangan AS ke Suriah dibalas oleh Rusia, maka Suriah akan menjadi ladang pertempuran. Suriah akan menjadi battleground atau battlefield dari kekuatan-kekuatan dunia hingga akhirnya Suriah hancur dan musnah.
Mu'ti mengatakan, motif dan alasan yang dipakai AS menyerang Suriah sama dengan yang dulu pernah mereka lakukan ketika menyerang Irak. AS menyerang Saddam Hussein dengan mengatakan Saddam telah melakukan invasi ke Kuwait. Padahal serangan Saddam ke Kuwait juga terjadi karena provokasi AS.
"Kalau cara-cara militer tidak dihentikan, maka yang terjadi Suriah akan menjadi ladang pertempuran antara Rusia dan AS beserta sekutunya, konflik akan menjadi lebih serius kalau negara lain ikut terlibat," jelasnya.
Mu'ti juga menyampaikan, PP Muhammadiyah akan menyampaikan pernyataan sikapnya terkait konflik yang terjadi di Suriah ke Pemerintah Indonesia. Mudah-mudahan dapat menjadi perhatian Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Luar Negeri RI.