REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pembatasan transaksi uang kartal sebesar Rp 100 juta dibahas kembali. Sebab, tindakan suap bisa dilakukan dengan jumlah kecil dan tak mencapai angka tersebut.
"Kalau dilihat luasnya negeri ini, jadi Kepala Sekolah Dasar itu bisa suap juga yang jumlahnya Rp 25 juta. Saya inginnya jangan terlalu tinggi (batasnya)," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta Pusat, Selasa (17/4).
Kendati demikian, Agus menyatakan, KPK mendukung agar RUU yang telah masuk ke Prolegnas tahun 2018 itu segera terealisasikan. Ia pun berharap, pembicaraan mengenai RUU tersebut tidak terlalu lama pelaksanaannya.
Baca Juga: RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Perlu Segera Disahkan
Ia menceritakan, saat negara ini belum membahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai, sudah ada ketakutan yang dirasakan oleh pelaku tindak pidana untuk menyetor uang secara tunai di perbankan. Itu karena apabila mereka menyetorkan uang hasil tindak pidana, lampu PPATK dapat langsung menyala.
"Daripada lampu ini nyala, jadi penyelidikan lebih lanjut, kemudian mereka menyimpannya tunai," tutur Agus.
Agus menjelaskan, UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal ke ke depan belum cukup untuk memberantas tindak pidana korupsi. Ada kegagalan yang harus diakui negara ini yang sebelumnya sudah dicoba untuk dilakukan, yaitu keinginan untuk memiliki single identity number.
"Kalau boleh mengsulkan Pak Bamsoet, tolong dibicarakan dengan pemerintah. Supaya single identity number itu betul-betul disempurnakan. Saat ini, harus kita akui, kita mengalami kegagalan," ujarnya.
Baca Juga: Delapan Alasan Pembatasan Transaksi Uang Tunai