Rabu 18 Apr 2018 13:52 WIB

Tim Ahli OPCW Selidiki Penggunaan Senjata Kimia di Douma

Douma kini berada di tangan pasukan pemerintah Suriah.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Seorang anak dan pria memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di  Douma, Ghouta Timur, Damaskus, Suriah. Foto diambil pada 25 Februari 2018..
Foto: Bassam Khabieh/Reuters
Seorang anak dan pria memperoleh penanganan medis setelah terpapar gas beracun di Douma, Ghouta Timur, Damaskus, Suriah. Foto diambil pada 25 Februari 2018..

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Duta Besar Suriah untuk PBB mengatakan tim keamanan PBB melakukan perjalanan ke kota Suriah Douma menjelang kunjungan para ahli dari Organisasi Larangan Senjata Kimia Gobal (OPCW) pada Rabu (18/4). OPCW akan melakukan penyelidikan terkait dugaan serangan gas beracun yang memicu serangan balasan oleh AS dan Barat.

"Hari ini tim keamanan PBB memasuki Douma untuk menilai situasi keamanan di lapangan dan jika tim keamanan PBB ini memutuskan bahwa situasi aman maka misi pencarian fakta akan memulai pekerjaannya di Douma," kata Duta Besar Suriah Bashar Ja'afari kepada Dewan Keamanan PBB pada Selasa (17/4).

 

Baca juga, Puluhan Orang Mati dalam Kondisi Mengenaskan di Douma

Sebelumnya pada Selasa (17/4), televisi pemerintah Suriah melaporkan bahwa para ahli OPCW telah memasuki Douma.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan berdasarkan penjelasan dari Suriah maka tim OPCW belum memasuki Douma. Sebuah sumber diplomatik di Den Haag, mengatakan para ahli OPCW belum masuk Douma.

Perancis mengaku khawatir barang bukti serangan gas beracun akan hilang sebelum tim mencapai Douma.

Douma kini berada di tangan pasukan pemerintah setelah pemberontak terakhir mundur hanya beberapa jam setelah AS, Prancis dan Inggris menembakkan lebih dari 100 rudal untuk menyerang tiga lokasi pengembangan atau penyimpanan senjata kimia.

Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa tidak ada gunanya melakukan penyelidikan baru untuk menentukan kesalahan atas serangan senjata kimia di Suriah. Ini karena Washington dan sekutunya sudah bertindak sebagai hakim atas masalah tersebut.

Serangan udara oleh AS dan Sekutunya merupakan serangan terkoordinasi pertama terhadap pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dalam perang yang telah berlangsung tujuh tahun tersebut. Konflik ini telah menewaskan lebih dari 500 ribu orang.

Intervensi AS dan Sekutu ini tidak memiliki dampak signifikan bagi Assad. Ia sekarang berada di posisi terkuatnya sejak masa-masa awal perang dan tidak menunjukkan tanda-tanda melambatnya kampanye untuk menghancurkan pemberontakan.

Tentara Suriah juga telah mulai melakukan penyerangan di daerah terakhir di luar kendalinya dekat Damaskus.

Memulihkan kamp Yarmouk dan daerah-daerah sekitarnya di selatan kota akan memberikan Assad kontrol penuh atas ibukota Suriah. Yarmouk, kamp terbesar Suriah bagi para pengungsi Palestina, telah berada di bawah kendali ISIS selama bertahun-tahun. Meskipun sebagian besar penduduk telah melarikan diri, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan beberapa ribu orang masih hidup di kamp tersebut.

Komandanaliansi militer regional yang mendukung pemerintahmengatakan serangan baru akan menargetkan gerilyawan ISIS dan Nusra Front di kamp Yarmouk dan al-Hajar al-Aswad. Menurutnya pemberontak di daerah Beit Sahm telah setuju untuk mundur.

Selain kantong di selatan Damaskus, para pemberontak masih terus mengepung daerah kantong di kota Dumair di timur laut Damaskus, di pegunungan Qalamoun Timur dan di sekitar Rastan di utara Homs.

Komandan pro-pemerintah mengatakan tentara telah bersiap untuk aksi militer di Qalamoun Timur. Tetapi Rusia sedang berusaha menarik para pemberontak tanpa pertempuran. Televisi negara mengatakan pada Selasa bahwa pemberontak di Dumair juga setuju untuk mundur.

Di Idlib di Suriah barat laut, daerah terbesar yang masih dipegang oleh pemberontak, serangan pemerintah dapat membawa Damaskus ke konfrontasi dengan Turki. Turki telah menyiapkan serangkaian pos pengamatan militer di daerah itu.

Assad telah mendapat keuntungan dari kekuatan udara Rusia sejak 2015 untuk mendapatkan kembali sebagian besar wilayah Suriah. Serangan gas beracun yang dicurigai menciptakan teka-teki bagi kekuatan Barat. AS dan Barat bertekad untuk menghukum Assad karena menggunakan senjata kimia.

Negara-negara Barat mengatakan sejumlah warga sipil yang berlindung dari ledakan bom digas hingga tewas di Douma pada 7 April. Suriah dan Rusia menyangkal tuduhan serangan kimia ini.

Damaskus dan Moskow telah menyiarkan pernyataan dari petugas rumah sakit di Douma. Mereka mengatakan tidak ada serangan kimia yang terjadi di Douma.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement