REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diingatkan untuk tidak bertindak atas nama agama yang justru membangun sekat di antara mereka. Namun, justru meletakan agama sebagai suatu ajaran yang menjadi jembatan menuju kesejahteraan bersama.
"Saya ingin mengajak kita semua, mari meletakkan agama, dalam konteks Indonesia di tengah masyarakat yang majemuk, sebagai sesuatu ajaran bahkan insitusi yang menjadi jembatan untuk mengantarkan kesejahteraan bersama," tutur Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (18/4).
Menurutnya, jangalah mempersepsikan atau bertindak atas nama agama yang justru membangun tembok tebal. Yakni, tembok yang membuat antarumat beragama saling terpisah dan saling tersekat. Agama, kata dia, memanusiakan manusia.
Lukman menuturkan, agama sering kali salah dipahami saat ada ungkapan yang menyatakan, jangan bawa agama dalam kegiatan politik. Karena itu, lanjutnya, semua pihak harus memahami persepsi yang sama soal itu. Dia mengatakan, agama jangan hanya dilihat dari sisi luarnya saja yang melihat agama hanya secara formal dalam bentuk ajaran.
"(Melihat) agama dalam bentuk seperti ini akan kita temui beragam perbedaan. Jangankan antaragama, dalam satu agama saja akan terlihat perbedaannya," kata Lukman.
Agama, sambungnya, harus dilihat dari sisi dalamnya, yaitu esensi dan substansi ajaran. Dengan demikian, jangankan salah satu tubuh agama, antara satu agama dan agama lainnya tak akan ditemui perbedaan. Itu karena pada pokoknya agama berlaku universal.
"Misalnya keadilan, menjaga HAM, persamaan di depan hukum. Banyak nilai universal pada setiap agama yang setiap agama memiliki ajaran yang sama," ungkapnya.
Lukman menerangkan, dalam konteks tahun politik, seluruh pihak yang ada di Indoensia harus memiliki kearifan bersama dalam melihat sisi-sisi dalam ajaran agama tersebut. Sebagai masyarakat yang religius, ujar dia, kita semua tidak bisa melepaskan diri dari nilai agama.
"Jangan menggunakan agama, jangan memperalat agama, jangan memanipulasi, eksploitasi agama dalam pengertian sisi luarnya itu untuk digunakan sebagai faktor pembenar atau kepentingan politik praktis pragmatis," terang dia.
Menurut dia, agama harus dilihat dari sisi dalamnya yang justru diharuskan ada dalam menjalani hidup, apalagi kegiatan politik. Karena, tutur Lukman, tanpa nilai agama yang universal politik bisa kehilangan kendali.
"Jadi yang tidak diperkenankan adalah rumah ibadah, ceramah agama diperkenankan untuk politik praktis. Misalnya mari dukung calon a, jangan calon b," jelasnya.
Lukman mengatakan, yang seharusnya dikedepankan dalam ceramah agama yang bernuansa politik adalah yang terkait nilai-nilai universal agama. Ia menilai, banyak nilai universal agama yang harus dipahami dan jangan sampai inti agama tercerabut dari yang seharusnya.
"Dengan begini, jangan sampai kita tercerabut dari inti agama yang sifatnya membuat kita saling terbelah satu dengan yang lain," ungkapnya.