Rabu 18 Apr 2018 14:52 WIB

Gabon Jaga Keharmonisan Umat Beragama

Pemerintah fasilitasi kegiatan keagamaan guna meminimalisir konflik.

Rep: Yusuf Ashiddiq/ Red: Agung Sasongko
Presiden Gabon Ali Bongo Ondimb.
Foto: AP Photo/Francois Mori
Presiden Gabon Ali Bongo Ondimb.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabon memang dikenal sebagai salah satu negara kaya di Afrika. Negara yang hari kemerdekaannya jatuh pada 17 Agustus, sama dengan Indonesia, tercatat pernah menikmati income per kapita yang tinggi, yaitu sekitar 5,800 dolar USA. Pencapaian ini berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dan kemelaratan.

Kekayaan alam yang melimpah merupakan sumber penerimaan terbesar. Bila pada era 1970-an ekonomi sangat bergantung pada hasil kayu, pertanian, dan tambang mangan; seiring ditemukannya sumber minyak bumi, Gabon pun menjelma menjadi negara kaya. Pertumbuhan ekonomi mencapai 2,1 persen, sementara inflasi sekitar 1,5 persen.

Jumlah angkatan kerja mencapai 640 ribu jiwa. Sekitar 60 persen berada di bidang pertanian, 25 persen industri, serta 15 persen berkiprah di bidang jasa. Gabon pernah terimbas badai krisis ekonomi di pertengahan tahun 90-an yang memaksa negara ini membuat perjanjian dengan Paris Club untuk penjadwalan utang luar negeri.

Salah satu kunci pertumbuhan ekonomi ini adalah stabilitas negara. Sebagaimana negara-negara lain di Afrika, penduduk Gabon terdiri atas beragam etnis, budaya, dan agama. Suku Babinga atau Pygmi adalah yang dipercaya sebagai penghuni pertama di negara ini, yaitu sekitar tahun 7000 Sebelum Masehi, lantas diikuti oleh Negro Bantu yang bermarga Fang.

Dari populasi sekitar 1,4 juta jiwa, mayoritasnya beragama Kristen Katolik dan Protestan yang mencakup 55 hingga 75 persen. Selebihnya, masih memeluk aliran kepercayaan. Ada pun agama Islam dianut oleh sekitar satu persen populasi.

Dengan kondisi demografis tersebut, tentu dibutuhkan kebijakan yang mampu merangkul semua kelompok sehingga menghindarkan gesekan. Dalam kaitan inilah, konstitusi negara memiliki peran penting karena telah mengakomodasi semua kepentingan berdasarkan persamaan dan keadilan.

Kebebasan beragama dijamin dalam undang-undang. Negara juga melindungi praktik keagamaan dari pemeluk agama serta aliran kepercayaan. Laporan dalam laman state.gov menyebutkan, ''Hampir tidak pernah ada kekerasan atau diskriminasi yang berlatar perbedaan etnis serta agama.''

Negara benar-benar memerhatikan kehidupan beragama. Tiap-tiap organisasi keagamaan akan mendapatkan bantuan operasional, pembebasan pajak bagi impor barang-barang keperluan tertentu, atau kemudahan dalam pengadaan lahan untuk pembangunan rumah peribadatan.

Pemeluk Islam, Katolik, dan Protestan diperkenankan mendirikan sekolah agama yang pengawasannya dilakukan langsung oleh Departemen Pendidikan. Mereka juga memiliki hak yang sama untuk menyiarkan agama masing-masing melalui media cetak dan elektronik.

Pemerintah juga memfasilitasi pertemuan periodik antarpemimpin agama. Kegiatan semacam ini bisa digelar secara tahunan ataupun dua tahunan. Tujuannya adalah demi meningkatkan kerja sama dan saling pengertian antaragama. Hari besar agama pun ditetapkan sebagai hari libur nasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement