Rabu 18 Apr 2018 16:08 WIB

Inggris Desak Myanmar Jamin Keselamatan Rohingya

Myanmar diminta melakukan penyelidikan terkait kekerasan terhadap Rohingya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson meminta Myanmar menunjukkan komitmennya dalam menjamin keamanan dan keselamatan etnis Rohingya. Ia pun mendesak Myanmar segera melakukan penyelidikan terkait kekerasan terhadap Rohingya yang memicu gelombang pengungsi ke Bangladesh.

"Otoritas berwenang Myanmar perlu menunjukkan mereka serius tentang keselamatan dan keamanan Rohingya. Penyelidikan independen yang kredibel mengenai kekejaman yang dilaporkan merupakan langkah penting dalam proses ini," kata Johnson pada Selasa (17/4).

Sebelumnya, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan dunia internasional harus memberi tekanan lebih kepada Myanmar agar mereka segera melakukan repatrasi pengungsi Rohingya. "Tekanan lebih diperlukan untuk Myanmar sehingga mereka memulangkan kembali rakyat mereka dan memastikan keamanan mereka. Myanmar mengatakan siap memulangkan kembali Rohingya, tetapi mereka tidak mengambil inisiatif," kata Hasina di London.

Hasina mengatakan Bangladesh telah menyerahkan nama 8.000 keluarga Rohingya yang harus dipulangkan ke Myanmar. Tetapi sejauh ini Myanmar menolak memulangkannya kembali.

Hasina juga membantah klaim Myanmar yang mengaku telah memulangkan lima anggota keluarga Rohingya dari Bangladesh. Menurutnya, para pengungsi tersebut justru tinggal di wilayah antara kedua negara.

"Mereka tinggal di daerah perbatasan, dengan beberapa anggota keluarga mereka di kamp. Mungkin (Myanmar) ingin menunjukkan kepada dunia mereka telah memulangkan Rohingya. Ini pertanda baik. Jika mereka mau, lalu mengapa hanya satu keluarga? Kami telah mengajukan nama 8.000 keluarga Rohingya tetapi mereka tidak mengambilnya kembali," katanya.

Gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh dimulai pada Agustus tahun lalu. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan di Rakhine.

Namun alih-alih memburu anggota kelompok tersebut, personel militer Myanmar justru menyerang warga sipil Rohingya di sana. Para tentara disebut memberondong warga dengan tembakan kemudian membakar permukiman mereka. Ada pula laporan tentang pemerkosaan terhadap para perempuan Rohingya.

Setelah peristiwa tersebut, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Myanmar dan Bangladesh menyepakati proses repatriasi Rohingya pada November 2017. Namun kesepakatan itu dianggap masih belum memadai karena Myanmar tidak menyatakan tentang jaminan keamanan serta keselamatan bagi etnis Rohingya yang kembali.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement