REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia telah menolak resolusi yang diusulkan Prancis dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK PBB), pada Selasa (17/4). Resolusi itu menyerukan adanya penyelidikan independen atas dugaan serangan kimia yang terjadi di Kota Douma, Ghouta timur, Suriah.
Pertemuan DK PBB kali ini merupakan pertemuan darurat keenam mengenai Suriah sejak serangan kimia pada 7 April lalu, yang menurut petugas medis telah merenggut nyawa sedikitnya 85 orang. Serangan kimia itu dibalas oleh AS, Prancis, dan Inggris, melalui serangan yang terkoordinasi terhadap tiga fasilitas kimia Pemerintah Suriah.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan, ide penyelidikan independen untuk menentukan siapa pihak yang bertanggung jawab atas serangan senjata kimia itu adalah sia-sia. Menurutnya, Washington dan sekutu-sekutunya sudah mengidentifikasi siapa biang keladi dibalik serangan itu, merujuk pada Pemerintah Suriah.
Nebenzia juga memperingatkan, tindakan militer Barat telah menyisihkan kemungkinan solusi politik dalam penyelesaian perang Suriah. "Sebelum adanya serangan udara Barat, kami mencatat kesiapan pemerintah Suriah untuk berpartisipasi dalam negosiasi Jenewa," kata Nebenzia, seperti dilaporkan laman Aljazirah.
Rusia kemudian menyerukan pertemuan baru DK PBB untuk membahas situasi kemanusiaan di Raqqa. Kota tersebut telah berada di bawah kendali Syrian Democratic Forces sejak mereka merebutnya dari ISIS tahun lalu. Nebenzia menyalahkan AS dan koalisinya yang memerangi ISIS di wilayah itu atas kehancuran Raqqa.
Namun di tengah meningkatnya ketegangan di DK PBB, Wakil Dubes AS untuk urusan ekonomi dan sosial di PBB, Kelley Currie, mengatakan seruan Rusia itu adalah upaya untuk mengalihkan fokus dari Douma. Rusia dan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad telah membantah menggunakan senjata kimia dalam perang mereka melawan kelompok oposisi bersenjata di Douma.
Meskipun tim keamanan PBB dapat mengakses dan mengunjungi Douma pada Selasa (17/4), tim penyidik Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons' (OPCW) masih tertunda untuk masuk ke kota tersebut.