Rabu 18 Apr 2018 21:02 WIB

Indonesia Butuh 4 Juta Tenaga Kerja Terampil per Tahun

Tahun 2015 Indonesia baru memiliki 57 juta tenaga kerja terampil

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Pekerja merakit mobil (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pekerja merakit mobil (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Tahun 2030 mendatang Indonesia diyakini bakal bertengger di deretan 10 besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia. Namun demi menuju ke sana, Indonesia masih memiliki banyak tantangan.

Salah satunya adalah penyediaan tenaga kerja terampil yang bisa berperan dalam mengencangkan laju ekonomi. Kasubdit Bina Pemagangan Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Sofwan Setiawan, menyebutkan bahwa tahun 2030 mendatang, Indonesia butuh kesiapan 113 juta tenaga kerja terampil kalau ingin mengunci posisi ketujuh kekuatan ekonomi dunia.

Angka kecukupan tenaga kerja terampil dalam 12 tahun ke depan tersebut tentu tidak sedikit. Sebagai perbandingan, tahun 2015 lalu Indonesia baru memiliki 57 juta tenaga kerja terampil. Dengan hitung-hitungan matematika sederhana, artinya pemerintah harus bisa memastikan ketersediaan 4 juta tenaga kerja terampil setiap tahun hingga 2030.

Sofwan menyebutkan, tantangan untuk menyediakan 4 juta tenaga kerja terampil pun semakin bertambah ketika dunia menyodorkan revolusi industri 4.0, yang sarat dengan kemampuan di bidang teknologi informasi. Seiring pesatnya kemajuan teknologi, kepintaran mesin mampu menggantikan beberapa tugas yang sebelumnya dikerjakan manusia.

"Ada karakter pekerjaan yang berkurang namun akan muncul pula jenis pekerjaan baru. Artinya yang harus disikapi adalah menyiapkan diri kebutuhan baru yang ada," jelas Sofwan di Istana Gubernur Sumbar, Rabu (17/4).

Kementerian Ketenagakerjaan, lanjut Sofwan, berupaya untuk mengimbangi seluruh tantangan industri saat ini. Salah satunya adalah menyediakan alokasi magang bagi calon-calon pekerja terampil. Kebijakan ini juga berkaca pada kondisi bahwa 62 persen pengangguran dan pekerja didominasi oleh kalangan berlatar pendidikan SMA ke bawah.

Selain magang, pemerintah juga menyediakan 'Skill Development Fund' berupa alokasi anggaran yang ditujukan pekerja yang ingin meningkatkan keterampilan di lapangan. Tak hanya itu, pemerintah juga memfasilitasi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk melakukan 'upskilling' atau 'reskilling' kemampuan kerja. Diharapkan, pekerja yang terkan PHK bisa dengan cepat beradaptasi di lokasi kerja barunya.

"Magang dan beberapa peluang lain yang diberikan kepada pekerja diharapkan bisa meningkatkan daya saing pekerja Indonesia. Magang pun, komposisinya harus 25 persen teori dan 75 persen praktik. Diakhiri sertifikasi," jelas Sofwan.

Hingga saat ini pemerintah pusat telah mengalokasikan Rp 2,1 miliar untuk program pemagangan di Sumatra Barat saja, untuk 350 tahun 2018. Angka ini meningkat dibanding jumlah peserta magang di Sumbar untuk tahun 2017 lalu sebanyak 300 orang.

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menyambut baik langkah pemerintah pusat untuk melibatkan bibit unggul di Sumatra Barat dalam program pemagangan. Tahun 2018 ini dijadwalkan 382 peserta magang akan ditempatkan di 18 perusahaan yang tersebar di seluruh Sumbar. Diharapkan, peserta magang bisa diterima di perusahaan tempatnya mengasah keterampilan selama 4 bulan.

"Target kami semua diterima. Namun itu kan otoritas perusahaan. Namun peserta yang lolos program magang ini sudah menjadi anak-anak pilihan," kata Irwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement