REPUBLIKA.CO.ID, DOUMA -- Para penyerang melepaskan tembakan ke arah tim keamanan PBB yang sedang mengunjungi Kota Douma yang menjadi lokasi serangan senjata kimia di Suriah, pada Selasa (17/4). Insiden ini memaksa tim untuk kembali ke Damaskus.
Kepala Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) Ahmet Uzumcu mengatakan, penyerang saat itu juga meledakkan sebuah bom. Ia tidak mengungkap identitas pelaku, tetapi merekomendasikan agar tim penyidik OPCW menunda kunjungannya ke Douma.
Baca juga:
WHO: 500 Warga Douma Terindikasi Terpapar Gas Beracun
Puluhan Orang Mati dalam Kondisi Mengenaskan di Douma
Tim penyidik telah menunggu sejak Sabtu (14/4) untuk bisa mengunjungi Douma dan menyelidiki serangan kimia yang terjadi di sana pada 7 April lalu. Mereka awalnya diblokir oleh pemerintah Suriah dan sekutunya, Rusia, pada Senin (16/4).
Kemudian pada Selasa (17/4), tim keamanan PBB dikerahkan terlebih dahulu ke Douma untuk kemastikan keamanan bagi para penyidik. Setelah kembali ditunda, Uzumcu belum dapat memastikan kapan tim penyidik OPCW bisa mulai memasuki Douma.
PBB mengatakan langkah-langkah keamanan diperlukan sebelum tim penyidik masuk ke kota itu. "Masih ada banyak volatilitas di daerah tersebut," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric. Ia menambahkan, tim keamanan PBB perlu kembali melakukan pemeriksaan ke Douma sebelum tim penyidik bisa memulai pekerjaannya.
Kota Douma berada di bawah perlindungan polisi militer Rusia. Militer Rusia mengatakan seorang petugas keamanan Suriah terluka ringan dalam baku tembak yang terjadi pada Selasa (17/4), yang menyasar tim keamanan PBB, tetapi tidak ada prajurit Rusia yang berada di lokasi serangan saat itu.
Wartawan yang mengunjungi Douma dalam sebuah tur yang digagas pemerintah Suriah pada Senin (16/4), tidak melaporkan adanya ancaman keamanan. The Associated Press sempat bertemu dengan penduduk yang mengatakan mereka diserang oleh asap klorin pada 7 April malam dan kehilangan banyak anggota keluarga.
Setelah 11 hari berlalu sejak serangan kimia itu, bukti-bukti yang ada dikhawatirkan akan hilang atau rusak. Raed Saleh, pemimpin kelompok Syrian Civil Defense, mengatakan ia bersedia memberi tahu lokasi kuburan korban serangan kimia agar tim OPCW bisa menemukan bukti.
Kelompok ini tidak lagi berada di Douma setelah Pemerintah Suriah mengambil alih kota dan mengevakuasi pemberontak ke Suriah utara. Pemerintah Suriah menyebut Syrian Civil Defense sebagai organisasi teroris.
Rusia dan Pemerintah Suriah telah menolak untuk bertanggung jawab atas serangan kimia yang dituduhkan kepada mereka. Serangan itu terjadi saat pasukan mereka menggempur Douma, yang kekuasaannya diserahkan oleh kelompok pemberontak dua hari kemudian.
AS, yang telah menarik kesimpulan sendiri terkait serangan kimia di Douma, menuduh Pemerintah Suriah dan Rusia berusaha menutupi bukti kesalahan mereka. Berbicara kepada para wartawan di Pentagon pada Rabu (18/4), Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan bukti-bukti itu berisiko dirusak seiring dengan berlarutnya penundaan.
Kami sangat sadar akan keterlambatan yang dihadapi tim itu. Tetapi kami juga sangat sadar tentang bagaimana mereka beroperasi di masa lalu. Dengan kata lain, mereka menggunakan jeda setelah serangan seperti itu untuk mencoba membersihkan bukti sebelum tim penyidik masuk, kata Mattis.