Kamis 19 Apr 2018 20:47 WIB

Mesin Parkir tak Optimal, Dishub: Kendalanya di Warga

Persoalannya, pengguna fasilitas parkir masih enggan membayar lewat mesin parkir.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Ratna Puspita
Warga membayar parkir di mesin smartparking, Jalan Braga, Kota Bandung. (Ilustrasi)
Foto: Mahmud Muhyidin
Warga membayar parkir di mesin smartparking, Jalan Braga, Kota Bandung. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan  kendala mesin parkir elektronik bukan pada alat atau juru parkir (jukir) yang tidak memiliki keahlian. Dia mengatakan persoalannya karena masyarakat pengguna fasilitas parkir yang masih enggan membayar lewat mesin parkir.

"Permasalahannya kan masyarakat tidak mau bayar. Masyarakat nggak mau pakai mesin parkir,” kata dia ketika dihubungi Republika, Kamis (19/4).

Didi menerangkan keberadaan mesin parkir elektronik mengharuskan pengendara membayar sedangkan jukur hanya membantu mengarahkan. Persoalannya, dia mengatakan, pada bentuk partisipasi masyarakat. 

Dia menerangkan, sebagian masyarakat memilih membayar langsung kepada jukir. “Ada juga yang tidak ada jukirnya maka tidak bayar," kata dia menuturkan.

Didi menjelaskan jukir yang bertugas sudah dilatih untuk mengarahkan warga menggunakan mesin parkir. Namun memang jumlah jukir masih kurang untuk menjaga seluruh titik mesin parkir yang jumlahnya lebih dari 400 titik.

Di lokasi yang tidak dijaga jukir inilah, kata dia, mesin parkir tidak digunakan oleh masyarakat. Padahal pada mesin sudah tertera cara membayarnya secara elektronik. 

Dia menyebut hal ini karena masih kurangnya tingkat kesadaran masyarakat. Dia menambahkan masyarakat seharusnya menyadari kewajiban membayar retribusi merupakan kompensasi karena mengambil hak pelalu lintas dengan parkir. 

“Jadi sebenarnya yang kita tunggu sekarang adalah partisipasi warga mereka mau bayar mandiri, makin jujur mau bayar, maka makin cepet proses ini berhasil," ujarnya.

Kondisi tersebut membuat operasional mesin parkir elektronik belum berjalan optimal. Keberadaan mesin parkir belum bisa memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan retribusi parkir.

Ia mengatakan pendapatan retribusi tidak mencapai target dalam realisasinya tahun 2017. Karenanya ia ingin masyarakat juga aktif untuk menggunakan mesin parkir agar potensi pendapatan kota bisa meningkat.

Mesin beroperasi optimal

Kelihatan mati itu sebenarnya sleep mode. Catat yaa, sleep mode. Saya sudah berkali-kali ngomong. 

Didi juga membantah operasi mesin parkir belum optimal karena banyak mesin yang tidak berjalan. Soal data penggunaan mesin parkir elektronik yang aktif, Didi mengaku tidak mengetahui secara detail.

Namun, ia mengatakan semua mesin parkir masih aktif dan bisa digunakan. Dishub pun rutin melakukan pengecekan dan perawatan.

"Mesinnya jalan kok, silakan dicek aja. Dari awalnya juga sudah jalan. Kelihatan mati itu sebenarnya sleep mode. Catat yaa, sleep mode. Saya sudah berkali-kali ngomong," kata Didi.

Ia menuturkan Dishub Kota Bandung akan terus melakukan perbaikan terkait persoalan parkir di Kota Bandung yang menjadi sorotan. Bahkan beberapa waktu lalu, Dishub Kota Bandung juga memutasi staf internal karena kinerja yang tidak bagus.

Selain itu, dia menerangkan, Dishub Bandung akan meningkatkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat berkenaan penggunaan mesin parkir. Sosialisasi ini digencarkan melalui media sosial dan di lapangan.

Terkait rencana pemanggilan Komisi B DPRD Kota Bandung untuk menanyakan mesin parkir, ia enggan berkomentar. Namun ia mengaku siap jika diminta pertanggungjawaban.

"Nggak saya nggak ada komentar soal itu (pemanggilan anggota dewan). Silakan mau dipanggil. Kita fokus pada upaya perbaikan aja. Bahwa itu belum menghasilkan sesuatu yang menggembirakan ya itu fakta. Kita fokus perbaikan saja," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement