Jumat 20 Apr 2018 00:41 WIB

DPR Pasrah Soal Nasib Pembangunan Gedung Baru

DPR tak mau dicap ngotot ingin gedung baru.

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menegaskan bahwa kebijakan pembangunan gedung baru DPR diputuskan bersama antara DPR dan pemerintah. Sehingga, bukan kewenangan penuh institusinya menentukan berjalan atau tidak rencana tersebut.

"APBN itu keputusan bersama antara pemerintah dan DPR, kalau pemerintah tidak setuju silakan dan jangan seolah-olah DPR 'ngotot'," kata Taufik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/4).

Taufik menjelaskan, kepasrahan DPR terkait nasib gedung baru tersebut karena hingga saat ini pemerintah tidak pernah merespons tiga surat DPR agar pemerintah memberi tanggapan terkait pembangunan gedung tersebut. Menurut dia, kepasrahan DPR itu karena khawatir dicap negatif oleh masyarakat karena DPR selalu disalahkan lantaran dianggap menginginkan gedung baru.

"Poin-poin mana yang komoditas politik harus dipisahkan dengan kebutuhan infrastruktur gedung yang memang dibutuhkan," ujarnya.

Taufik menekankan, bahwa pembangunan Gedung DPR cukup penting karena ada penambahan jumlah anggota DPR dari semula 560 anggota menjadi 579 anggota DPR pada periode 2019-2024. Menurut dia logikanya, penambahan jumlah anggota DPR itu membutuhkan ruang lebih banyak sehingga saat ini yang dibutuhkan adalah kemauan politik pemerintah.

"Saat ini tinggal kemauan politik pemerintah, kalau pemerintah muter-muter maka tidak bisa berjalan," katanya.

Dia menegaskan, DPR juga secara inisiatif memblokir anggaran itu jika ada kesepakatan pembangunan gedung DPR dibatalkan. Karena, DPR dan pemerintah memiliki kewenangan yang sama dalam membahas APBN.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement