REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo justru paling mungkin menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo (Jokowi). Gatot kurang cocok disandingkan dengan Prabowo karena berasal dari segmen yang sama, yakni militer.
"Gatot Nurmantyo paling mungkin menjadi cawapresnya Jokowi, bukan Prabowo. Kalau dengan Prabowo, ya sama segmennya, sama-sama dari militer dan sama-sama Islam modernis," kata dia di Jakarta, Kamis (19/4).
Qodari juga berpendapat bahwa akan juga menjadi lebih menarik bila Jokowi mengusung seorang Anies Baswedan untuk mendampinginya sebagai cawapres. Sebab, boleh dikatakan, basis massa Anies yang berasal dari kalangan Islam modernis itu tidak dimiliki Jokowi.
"Jadi, mungkin lebih menarik sebetulnya kalau cawapresnya Jokowi itu figur seperti Gatot atau Anies yang notabene datang dari segmen seberangnya. Bahkan, menurut saya PAN itu lebih menarik jika bergabung dengan Jokowi. Kalau di Prabowo, PAN itu segmennya sama dengan Prabowo, tapi kalau di Jokowi segmennya berbeda," katanya menjelaskan.
Menurut Qodari, keadaan Jokowi saat ini tampak mirip dengan keadaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pilpres 2009 lalu. Saat itu, SBY didukung banyak parpol.
Jika memilih cawapres dari kalangan parpol, tentu akan menciptakan kecemburuan di antara parpol pendukungnya. Hingga akhirnya, SBY memilih menarik Boediono sebagai figur nonpartai untuk menjadi cawapres.
"Agak mirip, ya. Kalau (calon yang diajukan parpol) dipilih salah satu, nanti ada yang marah. Makanya ambil figur nonpartai. Ya, istilahnya biar semuanya enggak dapat sekalian," kata dia.