Jumat 20 Apr 2018 11:03 WIB

'Penambahan Anggota DPR Belum Tentu Perbaiki Kualitas'

Parpol jangan ambil caleg dari mantan koruptor, napi narkoba dan penjahat seksual

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bilal Ramadhan
Direktur Perludem sekaligus Duta Demokrasi Internasional, Titi Anggraini
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Direktur Perludem sekaligus Duta Demokrasi Internasional, Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Ekeskutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan penambahan jumlah anggota legislatif tidak berhubungan dengan perbaikan kualitas kinerja parlemen. Partai politik (parpol) harus menyiapkan calon anggota legislatif (caleg) yang berkualitas karena biaya dari negara untuk memfasilitasi anggota legislatif tidak murah.

"Saya beranggapan tidak ada hubungan antara penambahan jumlah anggota legislatif dengan perbaikan kualitas kinerja. Peningkatan kualitas kinerja ditentukan oleh kualitas individu yang diusung, integritas caleg dan juga kemampuan partai politik mengawal kadernya yang duduk di parlemen," ujar Titi ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/4).

Dia mengingatkan, implikasi langsung dari bertambahnya jumlah daerah pemilihan (dapil) yang sejalan dengan penambahan alokasi kursi dan anggota legislatif adalah bertambahnya biaya untuk memfasilitasi kehadiran mereka di parlemen. Karena itu, jika parlemen diisi oleh figur-figur yang tidak memiliki kompetensi dan tidak memiliki kapasitas yang cukup, maka mereka tidak akan berkontribusi besar dalam pelayanan masyarakat ke depannya.

"Oleh karena itu walaupun kita menambah jumlah dapil dan jumlah caleg, bukan berarti lantas boleh mengusung mantan narapidana kasus korupsi, mantan narapidana narkoba, dan mantan pelaku kejahatan seksual terhadap anak sebagai caleg," tegas Titi.

Lebih lanjut. Titi menjelaskan, dengan adanya penambahan caleg, maka masyarakat perlu lebih cermat dalam memilih mereka. Semakin banyak jumlah caleg akan menambah Pemilu 2019 menjadi lebih kompetitif.

Yang perlu diwaspadai pemilih, kata Titi, adalah ketika banyak orang berupaya saling berebut kekuasaan. Para pemilih harus memastikan bahwa mereka tidak menjadi target dari upaya pemenangan yang ilegal, dalam bentuk praktik politik transaksional. politisasi isu SARA dan intimidasi.

"Pemilih harus betul-betul cermat menyeleksi caleg yang akan mereka pilih. Jangan asal-asalan memilih apalagi ketika calonnya sudah makin bertambah banyak." tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement