REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mulai berdatangan ke Kota Rangkasbitung untuk merayakan tradisi Seba yang dipusatkan di Pendopo Pemerintah Kabupaten Lebak, Jumat petang (20/4).
"Kami berjalan kaki sepanjang 45 kilometer pukul 05.00 WIB dan tiba di Rangkasbitung pukul 14.00 WIB," kata Idong (30 tahun), warga Badui Dalam yang tinggal di Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Mereka berjalan kaki menempuh puluhan kilometer dan menembus hutan serta terjal curam perbukitan. Namun, masyarakat Badui Dalam penuh semangat karena bisa merayakan Seba bersama bupati dan pejabat Pemerintahan Kabupaten Lebak.
Perjalanan di pagi buta itu berjalan lancar dan selamat tiba di Kota Rangkasbitung. Perayaan Seba bagi masyarakat Badui merupakan upacara persembahan rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas dilimpahkan rezeki hasil bercocoktanam pertanian ladang selama setahun.
Untuk melakukan Seba warga Badui bertelanjang kaki berjalan sejauh puluhan hingga ratusan kilometer
Saat ini, masyarakat Badui wajib melaksanakan perayaan Seba agar pemerintah daerah dapat memperhatikan kehidupan masyarakat Badui. "Kami berharap Seba tahun ini bisa menyejahterakan masyarakat Badui," katanya.
Begitu juga Ayah Pulung (60), warga Badui Luar yang mengatakan dirinya terpaksa meninggalkan tanaman pertanian ladang untuk mengikuti perayaan Seba. Perayaan Seba adalah menjalin kebersamaan dan silaturahmi dengan pejabat pemerintah daerah.
Dalam perayaan Seba masyarakat Badui mengungkapan rasa syukur dengan menyerahkan hasil bumi, seperti padi, pisang, gula, petai, dan buah-buahan kepada kepala daerah, sebagai wakil wali negara atau pejabat negara. "Semua produk hasil bumi itu diserahkan kepada penjabat Bupati Lebak Ino S Rawita juga pejabat lainnya untuk merayakan peringatan Seba," katanya.
Pemuka adat Badui, yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Saija mengatakan peringatan upacara adat tersebut dilaksanakan sejak turun-temurun sebagai bukti kesetiaan terhadap kepala pemerintah. Pelaksanaan adat ini dilakukan setelah menjalankan tradisi Kawalu, yakni puasa selama tiga bulan dan wilayah Badui tertutup bagi warga luar.
Prosesi Seba juga diisi dengan dialog antara pemerintah dan warga Badui tentang berbagai hal.
Perayaan Seba selain silaturahim dengan pejabat pemerintah juga memberikan hasil pertanian sekaligus menyampaikan berbagai pesan keluhuran atau kearifan lokal tradisi Badui. "Juga menyampaikan pesan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten sebagai kepala pemerintah daerah," katanya.
Pelaksanaan Seba 2018 dinamakan "Seba Gede" karena dihadiri 2.000 orang, dan berbeda dengan "Seba Leutik" yang hanya dihadiri ratusan orang. Warga Baduy setelah selesai memperingati tradisi Seba di Pendopo Pemkab Lebak akan dilanjutkan kembali bertemu dengan Gubernur Banten Wahidin Halim.
"Kami juga merasa wajib merayakan Seba bersama Gubernur Banten pada Sabtu (21/4)," kata Saija.