REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal mengatakan pemberitaan Indonesia dilanda gelombang panas mematikan tidak benar. Berita tersebut terdapat pada laman online Deutsche Welle (DW) Indonesia yang berjudul Indonesia akan Didera Gelombang Panas Mematikan.
Ia mengatakan, berita tersebut adalah daur ulang dan pernah terbit pada 20 Juni 2017 lalu. Makalah tersebut mengkaji naiknya risiko ketidakmampuan kapasitas tubuh manusia bertahan terhadap panas (thermoregulatory) akibat kenaikan temperatur perubahan iklim.
"Artikel tersebut berasal dari paper ilmiah Camilo Mora Dkk dari Universitas Hawai, yang terbit di Jurnal Nature Climate Change Juni 2017 berjudul Global Risk of Deadly Heat," kata Herizal, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/4).
Dia mengatakan isi penelitian lebih membahas pada skala global dan tidak menyebut Indonesia secara spesifik. Data kejadian gelombang panas yang dipakai sebagai dasar analisis dan pengambilan kesimpulan tidak ada satupun yang berasal dari Indonesia
Herizal menegaskan pemberitaan DW Indonesia dengan judul yang bombastis dengan kesan terkonsentrasi pada dampak besar yang akan terjadi di Indonesia sebenarnya tidak cukup relevan dengan kajian ilmiah paper tersebut. Selain tidak menyebut Indonesia secara spesifik, juga data kejadian gelombang panas yang dipakai sebagai dasar analisis dan pengambilan kesimpulan tidak ada satu pun berasal dari Indonesia
Indonesia, kata Herizal, belum pernah mencatat terjadinya gelombang panas yang berdampak kematian. Selain itu belum terdapat kajian dampak gelombang panas dengan menggunakan batas atas (threshold) suhu permukaan dan kelembaban udara tersebut terhadap fisiologi tubuh orang Indonesia.
"Bagi orang Indonesia threshold tersebut mungkin belum memberikan dampak mematikan," kata dia.