REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amar putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan memperberat hukuman penjara untuk Andi Agustinus alias Andi Narogong, terpidana kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) menjadi 11 tahun. Sebelumnya Andi divonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
"Ya, yang bersangkutan dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, itu semua tertera dalam putusan," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (20/4).
Putusan MK tersebut memperberat pidana penjara Andi yang semula diputus delapan tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sesuai dengan permohonan jaksa penuntut umum melalui KPK. Selain menambah pidana penjara menjadi sebelas tahun, MA juga menjatuhkan denda kepada Andi sebesar satu miliyar rupiah, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Dalam putusan tersebut Andi juga diharuskan membayar pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 2,5 juta dolar AS ditambah 350 ribu dolar AS, paling lambat satu bulan setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut denda itu tidak dibayarkan oleh Andi, maka harta benda Andi akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun, bila ternyata Andi selaku terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar sejumah uang tersebut, maka dia akan dipidana penjara selama tiga tahun.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Tipikor pada 21 Desember 2017 memvonis Andi Narogong dengan hukuman delapan tahun penjara. Selain itu, Andi juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Hakim memvonis Andi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (KTP-el).
Hakim menyatakan bahwa Andi terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek KTP-el di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013. Selain itu, Andi juga terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP. Andi terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.