REPUBLIKA.CO.ID,CIAMIS -- Terinspirasi dari alat musik tradisional, terompet, Calon Wakil Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, akan menggagas sunda jazz festival skala internasional. Pasalnya, alat musik tiup ini sangat berpotensi untuk dikembangkan. Bahkan, dikolaborasikan dengan seni modern bertaraf internasional. "Kita akan buat acara yang mengkolaborasikam antara musik tradisional dengan modern," ujar Dedi dalam rilis yang diterima Republika Jumat (20/4).
Gagasan Dedi bukan tanpa alasan. Pasalnya, hari ini pasangan dari Cagub Deddy Mizwar ini, berkesempatan mendatangi Paguron Guntur Lodaya di Kabupaten Ciamis. Dalam kesempatan itu, Dedi terkesima dengan penampilan anggota paguran yang mahir meniup alat musik terompet. Akan tetapi, terompet yang dipakai paguron ini, skalanya masih lokalan. Karena dimanfaatkan untuk mengiringi pagelaran seni pencak silat padungdung. Seni ini, berorientasi pada keindahan gerakan dan ritmik. Bukan duel tarung.
Karena itu, lanjut Dedi, alat musik tradisional harus didorong bisa sejajar dengan alat musik modern yang sudah mendunia. Seperti terompet ini, bisa disejajarkan dengan alat musik tiup saksofon. Apalagi terompet sebenarnya memiliki keunggulan dari alat musik tiup modern. Salah satunya, cara memainkannya jauh lebih sulit. Termasuk jika dibandingkan dengan saksofon, meniup terompet untuk menghasilkan nada yang indah jauh lebih sulit.
Keunggulan ini, sambungnya, jangan sampai menjadi eksklusifitas. Melainkan, terompet harus dikenal lebih luas lagi. Bahkan, produk budaya masyarakat Jawa Barat ini harus sejajar posisinya dengan alat musik dari barat. "Event Sunda Jazz Festival bisa jadi momentum kebangkitan alat musik sunda di panggung internasional," ujar Dedi.
Untuk itu, Dedi bersedia membangun jejaring di tingkat internasional. Pengalamannya memimpin Purwakarta dua periode ini, tentunya menambah relasi di berbagai wilayah. Termasuk dari berbagai negara. "Jejaring internasional ini, bisa kita manfaatkan untuk merealisasikan pagelaran acara Sunada Jazz Festival," ujarnya.
Tak hanya itu, Dedi juga mendorong supaya kesenian tradisional bisa masuk kurikulum di sekolah. Seperti di Jabar. Proporsi kurikulum tentang kesenian khas sunda, harus lebih besar dibanding lainnya. Sebab, ini berkaitan dengan kesenian khas daerah. Jika tidak ada andil dari sekolah, maka khawatir kesenian-kesenian tradisional ini akan tergerus zaman. Mengingat, tidak ada generasi muda yang mengenalnya atau mau menekuni seni dan tradisi. N ita nina winarsih (ita)