Jumat 20 Apr 2018 21:22 WIB

ICW tak Yakin Pilkada Dikembalikan ke DPRD Hilangkan Korupsi

Pilkada langsung harus diperkuat bukan dikembalikan ke DPRD.

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina berpendapat, mengembalikan pemilihan kepala daerah ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak akan mengeliminasi masalah utama dalam pemilu, yakni korupsi. Belakangan memang beredar wacana pengembalian pemilihan kepada daerah melalui DPRD.

"Jadi tindakan itu tidak menjawab masalah. Pemilihan langsung memang memakan biaya yang tinggi, tapi bukan berarti kita harus kembali ke pilkada oleh DPRD," ujar Almas di Gedung Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (20/4).

Menurut dia, jika kepala daerah ditentukan oleh DPRD, tindakan korupsi tetap bisa dilakukan. Sistem demokrasi seperti itu hanya akan memberi kesempatan bagi aktor lain untuk terlibat dalam tindak pidana korupsi.

"Saat pemilihan langsung yang korupsi calonnya. Kalau yang dipilih DPRD, apakah ada yang bisa menjamin kandidat tidak bisa menyuap anggota DPRD yang akan memilihnya?" kata Almas.

 

Ia lebih menyarankan, agar pemerintah dan para anggota legislatif membuat aturan mengenai penghilangan serta sanksi terkait mahar politik dalam pelaksanaan pilkada. "Yang penting itu sistem politik diatur agar berjalan tanpa mahar ataupun politik uang. Itu yang menjadi akar masalah dan harus dibenahi," tutur Almas.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono yang ditemui di lokasi yang sama, mengakui, bahwa pelaksanaan pilkada melalui pemilihan langsung memerlukan modal yang besar, khususnya untuk publikasi calon kepala daerah dan selama masa kampanye. Menurut dia, dalam pemilu partai akan lebih bertindak kepada pengumpulan suara, sementara untuk publikasi dan kampanye biasanya dibebankan kepada kandidat.

"Jadi, hal biasa jika partai bertanya dulu soal keadaan finansialnya kandidat yang mau maju," tutur dia.

Sementara itu, Ketua Departemen Politik DPP Partai Keadilan Sejahtera Pipin Sopian mengungkapkan, dana yang dialokasikan dari APBN untuk partai politik tidak cukup untuk menutupi segala kegiatan partai. "Pengeluaran bulanan kita (PKS) mencapai Rp 900 juta. Ini sisanya dari mana? Simpanan anggota yang kemudian dimanfaatkan," ungkap Pipin.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement