REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan telah menerima lebih dari 100 pengaduan selama satu semester. Sektor perumahan mendominasi aduan tersebut.
"Di BPKN selama satu semester ini kami menerima pengaduan 166 kasus. (Dari) 166 kasus pengaduan, 92 kasus atau 80 persen itu adalah sektor perumahan," kata Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E Halim di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/4).
Rizal mengatakan, BPKN melakukan koordinasi dengan Dinas Perumahan DKI untuk menyelesaikan kasus-kasus sektor perumahan di Jakarta. Menurut Koordinator Bidang Kerja Sama BPKN Nurul Yakin Setiabudi, keluhan mengenai perumahan dialami baik oleh konsumen rumah tapak maupun rumah susun. Masalah itu juga meliputi banyak aspek, mulai dari proses pra-transaksi, konstruksi, hingga pengelolaan.
Berkaitan dengan proses pratransaksi, banyak perumahan dijual tanpa ketentuan legal yang benar. Dari sisi konstruksi, pengembang sering kali membangun rumah dengan spesifikasi berbeda dari yang mereka iklankan. Dalam pengelolaan pun, dia menjelaskan, pengembang sering kali mengabaikan kewajiban untuk membangun Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) meski telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
"Di situ ketentuan-ketentuan itu tidak dipenuhi. Ada ketentuan juga bahwa 20 persen terbangun baru boleh melakukan transaksi. Ini juga diakal-akali," ujar dia.
Nurul berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengawasi proses-proses ini. Dengan begitu, bisnis di bidang perumahan bisa tetap berjalan dan konsumen tetap terlindungi.