REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya merilis hasil tangkapan berupa enam orang tersangka dan 48 dus yang berisi 4.800.800 butir pil LL atau biasa disebut pil koplo di Mapolrestabes Surabaya, Senin (23/4). Jika diuangkan, jutaan butir pil koplo tersebut senilai Rp 2,5 miliar, di mana harga satu dus berharga Rp 50 juta.
Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Rudi Setiawan mengungkapkan, keenam tersangka yang ditangkap adalah EN (34) asal Surabaya, AL (47) asal Surabaya, MT (25) asal Surabaya, EO (25) asal Kelapa Gading, Jakut, ST (35) asal Kelapa Gading, Jakut, dan TD (24) asal Tangerang.
"Ini berawal dari, ada beberapa kejadian yang ada di Surabaya, ada yang mengkonsumsi pil koplo. Dari situ kita sepakat untuk memberantas pil koplo yang ada di Surabaya, ujar Rudi, Senin.
Rudi menyatakan, pil koplo yang beredar di Surabaya dan beberapa wilayah lainnya di Jawa Timur, diedarkan secara masif dan terorganisir. Artinya, peredaran yang dimulai dari pabriknya di Jawa Barat, kemudian masuk ke Jakarta, dan diedarkan di wilayah-wilayah Jawa Timur, diedarkan secara rapi.
"Dari Jakarta, pil ini masuk ke Surabaya dan disebarkan secara masif ke berbagai daerah di Jawa Timur, kata Rudi.
Rudi kemudian mengungkapkan, berdasarkan pengakuan dari para tersangka, jaringan pengedar pil koplo LL tersebut sudah empat tahun beroperasi. Omzet yang dihasilkan pun cukup menggiurkan, yakni bisa mencapai Rp 30 juta per dos.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan aparat kepolisian dalam memberantas peredaran pil koplo LL tersebut. Itu tak lain karena Risma berpendapat, pil koplo LL sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak.
"Anak-anak kalo udah pakai ini bingung dan tidak konsentrasi di sekolah. Dan kemudian sering bermasalah di sekolah," ujar Risma.
Risma bahkan berpendapat, obat terlarang tersebut sangat berbahaya bagi generasi penerus bangsa. Itu tak lain karena menurutnya, efek yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat haram tersebut, sama seperti serangan senjata kimia.
"Coba bayangkan kalo ini terus beredar ke anak-anak kita, berapa anak-anak kita yang akan terbunuh secara pelan-pelan? Ini sama seperti senjata perang kimia dan membunuh secara pelan-pelan. Itu sangat berbahaya," kata Risma.