REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Kupang menghentikan sementara pelayaran ke sejumlah lintasan penyeberangan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Penghentian dilakukan akibat gelombang tinggi di wilayah perairan itu. "Mulai Senin (23/4) kami menghentikan sementara penyeberangan ke semua lintasan karena gelombang laut sangat tinggi," kata Manajer PT Fery Indonesia Cabang Kupang Burhan Zahim, Selasa (24/4).
Lintasan penyeberangan yang dihentikan sementara, antara lain, pelayaran Kupang-Rote, Kupang-Aimere-Kupang-Waingapu. "Kalau cuaca sudah membaik, pada Rabu, (25/4) kami akan membuka kembali penyeberangan sesuai dengan jadwal pelayaran," katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) El Tari Kupang menyebutkan, gelombang tinggi di wilayah perairan NTT akibat pola tekanan rendah di sebelah barat Sumatra. "Selain itu, disebabkan angin dari daerah tekanan tinggi Australia melewati wilayah NTT menuju daerah tekanan rendah di sebelah barat Sumatra," kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Stasiun El Tari Kupang Ota Welly Jenni Thalo.
Gelombang tinggi disebabkan pola tekanan rendah di sebelah barat Sumatra. Dia menjelaskan, angin dari daerah tekanan tinggi Australia melewati wilayah NTT menuju daerah tekanan rendah di sebelah barat Sumatra, dengan kecepatan angin permukaan mencapai 21 knot. Ini berdampak wilayah NTT angin kencang dan gelombang tinggi.
Karena itu, BMKG memperingatkan perusahan pelayaran dan nelayan untuk mewasdapai gelombang setinggi tiga hingga empat meter di beberapa wilayah perairan NTT selama tiga hari ke depan. Potensi gelombang setinggi 4,0 meter berpontensi terjadi di perairan Selat Sumba, perairan selatan Pulau Sumba, dan Samudra Hindia selatan NTT.
Sementara itu, gelombang setinggi 3,5 meter berpotensi terjadi di perairan Selat Sape, Laut Sawu, wilayah perairan selatan Kupang, Pulau Rote, dan Laut Timor selatan NTT. Selain itu, gelombang setinggi 2,0 meter berpotensi terjadi di perairan laut Selat Alor dan Selat Ombai. Potensi gelombang ini bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan sehingga nelayan maupun perusahan pelayaran perlu waspada.