Selasa 24 Apr 2018 12:13 WIB

G-7 Siap Jatuhkan Sanksi Baru Terhadap Rusia

Sanksi tersebut terkait krisis di Donbass, Ukraina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
 Pertemuan G7: Menlu Jepang Taro Kono, Menlu Inggris Boris Johnson, Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian, Menlu Kanada Chrystia Freeland, Deputi Menlu AS John Sullivan, Menlu Jerman Heiko Maas, Menlu Italia Angelino Alfano dan Federica Mogherini, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan (dari kiri ke kanan) berpose untuk foto di depan menteri luar negeri G7 di Museum Royal Ontario di Toronto pada hari Minggu, 22 April 2018.
Foto: Chris Young / The Canadian Press via AP
Pertemuan G7: Menlu Jepang Taro Kono, Menlu Inggris Boris Johnson, Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian, Menlu Kanada Chrystia Freeland, Deputi Menlu AS John Sullivan, Menlu Jerman Heiko Maas, Menlu Italia Angelino Alfano dan Federica Mogherini, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan (dari kiri ke kanan) berpose untuk foto di depan menteri luar negeri G7 di Museum Royal Ontario di Toronto pada hari Minggu, 22 April 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Negara-negara anggota G-7 siap menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia. Sanksi ini berkaitan dengan krisis di Donbass, Ukraina.

Dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis pada Senin (23/4), para menteri luar negeri negara anggota G-7 mendesak Rusia menstabilkan situasi keamanan di Donbass tanpa penundaan.

"Kami ingat bahwa durasi sanksi ekonomi terkait dengan Donbass jelas terkait dengan implementasi Perjanjian Minsk Rusia yang lengkap dan tak dapat diubah. Sanksi ini dapat dibatalkan hanya jika Rusia benar-benar memenuhi komitmennya, tetapi kami pun siap mengambil langkah-langkah restriktif lebih lanjut jika tindakan Rusia sangat diperlukan," kata negara-negara anggota G-7 dalam pernyataan bersamanya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

 

Baca juga, AS Jatuhkan Sanksi ke Pejabat dan Pengusaha Rusia

Konflik bersenjata di Donbass telah berlangsung sejak Maret 2014, tepatnya ketika kelompok antipemerintah berhasil memaksa mantan presiden Ukraina yang pro Rusia, Viktor Yanukovych, turun takhta. Dalam demonstrasi yang merebak di sana, terdapat pula kelompok separatis pro Rusia. Kelompok ini belakangan terlibat konfrontasi senjata dengan tentara Pemerintah Ukraina.

Dalam pernyataannya, G-7 menegaskan kembali dukungan permanen terhadap kedaulatan Ukraina dan integritas teritorialnya yang diakui secara internasional. Sekali lagi, G-7 mengecam pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Rusia di wilayah tersebut.

"Pada saat yang sama, negara-negara (G-7) sepenuhnya mendukung upaya dalam format Normandia dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa untuk solusi konflik di timur Ukraina. Kami yakin bahwa satu-satunya cara dan solusi berkelanjutan untuk konflik yang dapat dicapai adalah melalui implementasi penuh Perjanjian Minsk," katanya.

Perjanjian Minsk ditandatangani pada 12 Februari 2015. Perjanjian ini tidak hanya melibatkan Ukraina dan Rusia, tetapi juga Jerman serta Prancis. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah dilaksanakannya gencatan senjata penuh di timur Ukraina.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement