REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain diskusi dengan rekan-rekan cendekiawannya, al-Qifthi masyhur sebagai kutu buku. Ia sangat senang jika berada di antara buku-buku sarat pengetahuan. Ia pun banyak mengoleksi buku yang ia dapatkan dari seluruh penjuru dunia.
Buku-buku tersebut adalah karya monumental penulisnya. Di perpustakaan pribadinya, al-Qifthi memiliki koleksi buku sebanyak 50 ribu judul. Nilai koleksi bukunya itu bernilai hingga 60 ribu dinar. Untuk menambah koleksinya, ia biasanya juga ikut memburu buku-buku berkualitas.
Namun, tak selamanya al-Qifthi beruntung mendapatkan buku-buku yang diinginkannya. Pada suatu saat, ia membeli sebuah buku yang ada salah satu bagiannya hilang. Beberapa waktu kemudian, si pedagang buku menemukan dan membawakan sebagian dari bagian buku yang hilang itu.
Al-Qifthi menanyakan kepada pedagang tersebut di mana bagian lainnya. Si pedagang buku kemudian menjawab bahwa bagian itu ia gunakan untuk membungkus barang dagangan yang ia jual. Mendengar jawaban tersebut, rasa duka langsung menggurat di hatinya.
Di sisi lain, al-Qifthi piawai dalam menilai buku. Misalnya, ia berkomentar tentang buku karya Abu Ubayd berjudul Kitab al-Amtsal, yang disalin oleh seorang penulis kaligrafi, al-Azdi. Ia mengatakan bahwa itu merupakan suntingan terbaik yang pernah ia lihat.
Buku itu pun menjadi salah satu koleksi perpustakaan pribadinya.