REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermula pada suatu malam. Kemampuan cendekiawan al-Asma’i akhirnya mendapat pengakuan. Saat itu, rasa lelah mendera Khalifah Harun al-Rasyid. Lalu, ia memberi titah kepada kepala rumah tangga untuk menemukan seseorang yang bisa menghiburnya dengan syair dan kisah sejarah yang indah.
Tentu saja, sang khalifah membutuhkan satu sosok yang bisa memberinya penghiburan untuk sedikit memupus kepenatan yang bersarang pada tubuhnya. Selain itu, ia juga mengharapkan tambahan pengetahuan untuk menambah wawasannya. Ia puas dengan syair indah yang terlontar dari mulut al-Asma’i.
Tak sekadar pujian lisan, al-Asma’i pun memperoleh imbalan sebesar 3.000 dirham. Perdana menteri mengikuti jejak khalifah. Ia menyerahkan 29 ribu dirham kepada sang cendekiawan. Malam itu memang menjadi malam pertama al-Asma’i bersentuhan dengan istana. Ia menjadi pendamping setia khalifah.
Hanya ada satu cendekiawan lain yang menjadi pesaing beratnya, yaitu Abu Ubaydah, yang juga memiliki pengetahuan tentang syair dan sejarah begitu mendalam. Khalifah Harun al-Rasyid meminta al-Asma’i untuk menjadi guru bagi anak-anaknya. Sebuah kesempatan besar yang langsung diambil oleh cendekiawan asal Basra, Irak ini.
Menurut C Pellat dalam Encyclopedia of Islam mengungkapkan, al-Asma’i yang bernama lengkap Abd al-Malik ibn Quraib al-Asma’i lahir di Basra pada 739 Masehi. Ia bersinar tak hanya di tanah kelahirannya, tapi juga memancar kilaunya di pusat pemerintahan Islam saat itu, Baghdad.
Layaknya para cendekiawan Muslim lainnya, al-Asma’i menimba beragam ilmu pengetahuan dari sejumlah guru yang memiliki kemahiran di bidangnya. George A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam mengungkapkan, al-Asma’i misalnya berguru kepada Sufyan al-Tsawri, yang meninggal pada 1778 Masehi.
Melalui gurunya itu, al-Asma’i mendengarkan 30 ribu hadis. Ia memiliki guru lain yang bernama Abu 'Amr ibn ul-`Ala. Pada masanya, banyak para pelajar belia yang memiliki semangat untuk belajar tentang hadis. Termasuk hadis yang memiliki kaitan dengan kajian adab.
Intelektual muda lainnya yang seangkatan dengan dia adalah Abu Hatim al-Sijistani.