Rabu 25 Apr 2018 14:27 WIB

ICW: Sepatutnya Setnov Divonis Pidana Seumur Hidup

Novanto sudah seharusnya dijatuhi vonis maksimal karena tidak kooperatif.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus  tindak pidana korupsi KTP Elektronik  Setya Novanto bersalaman bersama jaksa penuntut umum usai  menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa  (24/4).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto bersalaman bersama jaksa penuntut umum usai menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan vonis yang dijatuhkan hakim terhadap mantan ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov). Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama S Langkun mengatakan, sepatutnya Novanto divonis pidana seumur hidup atas perbuatannya dalam perkara korupsi KTP-el. 

Tama menambahkan, selain pidana penjara yang kurang memuaskan, pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan terhadap mantan ketua umum Partai Golkar itu juga tidak merepresentasikan jumlah kerugian negara yang terjadi akibat korupsi KTP-el, yaitu sebesar Rp 2,3 triliun.

"Jumlah pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan terhadap Novanto hanya sekitar 22,69 persen dari total keseluruhan kerugian negara korupsi KTP-el," kata dia dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (25/4).

Tama melanjutkan, Novanto sudah seharusnya dijatuhi vonis maksimal karena perilakunya tidak kooperatif sepanjang proses hukum. Ia juga mengkhawatirkan vonis ini tidak menimbulkan efek jera sehingga dapat menjadi preseden buruk bagi terdakwa korupsi lainnya.

"Dengan demikian, putusan hakim untuk tidak menghukum Setya Novanto dengan pidana maksimal seumur hidup, sangat disayangkan, mengingat yang bersangkutan sudah secara terang-terangan bersikap tidak kooperatif sepanjang proses hukum," paparnya.

Namun, ICW mengapresiasi pertimbangan hakim untuk mengabulkan tuntutan jaksa dan menjatuhkan putusan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Novanto. Sebab, penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih jarang diterapkan terhadap terdakwa perkara korupsi.

Pada Selasa (24/4) kemarin, majelis hakim PN Tipikor Jakarta menjatuhi hukuman 15 tahun penjara. Novanto juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis juga mencabut hak politik Novanto. 

Majelis juga menghukum Novanto membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dikembalikan kepada KPK dengan ketentuan subsider dua tahun kurungan penjara. Dia dilarang menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan.

Dalam tuntutan jaksa KPK, Novanto diwajibkan membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang diterima, yakni 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikannya. Jika dia tidak sanggup mengganti, hukuman diganti dengan kurungan penjara tiga tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement