REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sedikitnya 10 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat terbakarnya sumur minyak tradisional di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peurlak, Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam pada Rabu (25/4) dini hari. Polri menegaskan, penggalian sumur yang terbakar itu tidak memiliki izin.
"Kalau ini ya tidak ada izinnya," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasito di Jakarta, Rabu (25/4).
Setyo mengatakan, masyarakat sekitar menggali minyak di bekas sumur tua. Sumur tua itu digali lagi oleh masyarakat, namun tiba-tiba muncul semburan api pada Rabu pukul 2.00 WIB. Sehingga, sepuluh orang tewas dan 40 orang mengalami luka-luka.
"Ini sumur tua seperti di daerah Blora atau Cepu ada sumur tua yang digali, ada orang narik pakai tali itukan, supaya keluar minyak yang lama itu," jelasnya.
Camat Rantau Peureulak, Saiful saat dikonfirmasi melalui pesan tekas menyatakan, berdasarkan keterangan warga, ledakan minyak itu terjadi di lahan milik warga bernama Zainabah. Saat kejadian ada sekitar 10 orang yang bekerja mencari minyak mentah. Saat sumur tersebut mengeluarkan minyak dan gas, disaat bersamaan datang sekelompok warga untuk mengambil minyak yang keluar.
"Adapun maksud dan tujuan dari warga yang datang kelokasi guna mengambil tumpahan minyak yang tidak tertampung tersebut," ujar Saiful.
Mengenai perizinan galian minyak semacam di Aceh Timur ini, Setyo mengungkapkan hal ini menjadi dilema bagi pemerintah. Sebab, penggalian 'liar' semacam ini menurutnya memang kerap ada di sejumlah tempat. Saat pemerintah melakukan pelarangan, menurut Setyo, pemerintah kerap dianggap terlalu keras.
"Padahal ini membahayakan, ini kan satu pembelajaran bagi masyarakat bahwa ini pemerintah itu melarang karena ada alasannya, namanya miyak itu kan safety nomor satu," kata dia.
Setyo menegaskan, sumur minyak ini tidak berkaitan dengan Pertamina. Namun, ahli dari pertamina tetap akan dimintai bantuan. Polisi juga masih terus melakukan evakuasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara untuk penyelidikan lebih lanjut.