REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyebutkan vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap mantan ketua umumnya Setya Novanto sebagai pukulan keras bagi kader partai. Ia berharap agar putusan tersebut menjadi pembelajaran bagi semua pihak termasuk kader Partai Golkar.
"Saya pikir ini suatu pukulan yang sangat keras, tetapi itu menjadi pembelajaran buat kami dan mudah-mudahan dengan adanya kejadian ini memberikan hikmah buat kami yang masih berlanjut di karier politik ini," ujar Lodewijk saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/4).
Karena itu, ia berharap para kader Golkar menghindari perbuatan-perbuatan koruptif. Ini juga bagian untuk mengimplementasikan tagline Golkar Bersih yang telah disepakati dalam Munas Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar Desember lalu.
"Apalagi dengan tagline yang diangkat oleh ketum kami bapak Airlangga Hartarto, yaitu Golkar bersih, bangkit, maju dan menang. Mari kita bersepakat berikhtiar untuk menghindari hal-hal itu," ujar Lodewijk.
Kendati demikian, Lodewijk mengatakan Golkar menghormati vonis tersebut. Golkar juga, Lodewijk mengatakan, mendoakan Novanto dan keluarga diberi ketabahan dalam menjalani putusan tersebut.
Lodewijk mengatakan jika mantan ketua DPR itu menempuh upaya hukum maka dapat diselesaikan dengan mekanisme yang berlaku. “Kami menghormati juga langkah langkah hukum yang akan diambil Pak Setnov untuk menyelesaikan atau menuntaskan perkara yang dihadapi," ujarnya.
Majelis hakim PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menyatakan Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013. Majelis hakim memvonis terdakwa kasus KTP Elektronik Setya Novanto pidana 15 tahun penjara, Selasa (24/4).
Majelis hakim juga memutus Novanto wajib membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Dalam putusannya, majelis hakim sepakat dengan tuntutan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan Novanto. Novanto dianggap tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.