REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Jelang pertemuan Presiden AS Donald Trump dan petinggi beberapa negara lain dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan agar HAM atas Korea Utara tak diabaikan.
Utusan Khusus PBB Urusan HAM Korea Utara Tomas Ojea Quintana mengatakan, abai terhadap HAM di Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK atau Korea Utara) hanya akan memicu bibit masalah baru. ''Denuklirisasi akan tetap sensitif selama hak dan kebutuhan warga DPRK tidak dipinggirkan. Bagaimana pun, pemenuhan HAM akan membantu mencegah konflik dan mendorong perdamaian,'' ungkap Quintana seperti dikutip Reuters, Rabu (24/4).
DPRK terbukti sebagai negosiator yang kukuh. Quintana menilai, tak menyinggung HAM di awal negosiasi adalah kesalahan yang menghapus potensi peluang baik ke depan.
Pada 2014, laporan PBB mencatat masifnya pelanggaran HAM di Korea Utara. Serangkaian persoalan itu bisa saja dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional dan Kim bisa jadi pihak yang bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di sana.
Quintana menyatakan perkembangan negosiasi awal bisa jadi pintu awal membujuk Kim untuk menerima syarat dari PBB. Namun, memang beberapa isu masih harus dibereskan lebih dulu.
Reuni keluarga kedua Korea yang terpisah akibat Perang Korea, pembebasan WNA yang ditahan, dan pembahasan dampak sosial sanksi ekonomi terhadap warga DPRK merupakan beberapa isu yang Quintana lihat harus dibicarakan di awal.
Trump mengaku akan bertemu dengan Kim di akhir Mei atau Juni. Ia mengklaim Kim merasa terhormat atas rencana pertemuan itu dan diskusi pembuka sebelum pertemuan kedua kepala negara juga berlangsung baik.
Kim sendiri dikabarkan menunda petemuan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pekan ini. Kim menyatakan tak perlu lagi uji coba nuklir balistik lintas benua karena Korea Utara sudah menyelesaikan misi pengembangan senjata mereka.