REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat pada abad ke-15, kelompok Muslim dan Kristen di sana berhadap-hadapan menanamkan pengaruh, memperebutkan lahan, dan kekuasaan di Republik Afrika Tengah.
Pada saat itu Islam menyebar luas ke berbagai wilayah Benua Afrika. Namun, sebagian masyarakat Afrika Tengah sudah mengimani Kristen. Ada juga yang masih menganut animisme yang sudah ada jauh sebelum dua agama itu memasuki Afrika.
Kelompok etnis Afrika dari Kongo (Kinshasa), Sudan Selatan, dan Afrika Tengah menolak seruan untuk meninggalkan keyakinan lama. Mereka bahkan memerangi kelompok Islam yang berdakwah kepada mereka dengan dibantu Vatikan sejak abad ke-15.
Perlawanan itu didasari hasutan dan fitnah tentang Islam yang dianggap sebagai ancaman dan membahayakan stabilitas kawasan.
Selain itu, isu perdagangan budak yang dilakukan Muslim makin memperburuk keadaan. Isu yang diembuskan adalah banyak masyarakat Kristen yang dijadikan budak oleh pedagang Muslim. Akibatnya hubungan kedua kelompok tersebut selalu diwarnai gejolak.
Konflik Penguasa
Konflik agama di Afrika banyak terjadi karena antipati penguasa. Hanya karena tidak menyukai perkembangan Islam, penguasa setempat menyerukan peperangan melawan Muslim. Setelah Afrika Tengah lepas dari hegemoni Prancis pada 1960-an, konflik sosial bermunculan di berbagai wilayah.
Konflik makin parah ketika kelompok Seleka melakukan kudeta dan menggulingkan kekuasaan Presiden Francois Bozize. Kampanye kelompok ini memasuki ibu kota Bangui sejak 10 Desember 2012. Puncaknya terjadilah penggulingan kekuasaan setahun kemudian.
Massa datang dari daerah utara, kemudian memilih Michel Djotodia sebagai presiden sementara atau kepala negara transisi. Konstitusi ditangguhkan. Milisi Seleka dibubarkan. Namun, kenyataannya milisi ini tetap saja ada di berbagai wilayah.
Motif Seleka mengambil alih kekuasaan bukanlah haus kekuasaan. Dasarnya adalah keinginan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih adil, makmur, dan menyejahterakan masyarakatnya. Presiden sementara Djotodia adalah seorang Muslim dari utara Afrika Tengah.
Kelompok Seleka terdiri atas orang-orang yang berasal dari Darfur, Chad, dan Sudan. Sebagian besar telah hidup sebagai pengungsi. Kekuatan mereka adalah agama Islam yang minoritas dianut masyarakat.
Jumlah Seleka diperkirakan sekitar 3.000 hingga 4.000 orang. Kemudian, jumlahnya berkembang menjadi lebih dari 25 ribu. Antusias masyarakat untuk bergabung dalam kelompok ini begitu kuat karena didasari dendam perlawanan terhadap diskriminasi yang selama ini mereka alami.
Pada Maret 2013, pemimpin Seleka, Michel Djotodia, menjadi presiden CAR. Secara teoritis, kelompok Seleka dibubarkan setelah itu. Beberapa anggotanya bergabung dengan militer Afrika Tengah.
Kelompok anti-Balaka mulai melawan pasukan Seleka pada Juni 2013 dan menyerang warga sipil Muslim. Seleka membalas dengan membunuh non-Muslim, khususnya mereka yang berasal dari etnis Gbaya.