Kamis 26 Apr 2018 14:29 WIB

Rincian Pertemuan Bersejarah Pemimpin Korut dan Korsel

Korut dan Korsel akan membahas denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Peta Semenanjung Korea yang terbagi jadi Korea Utara dan Korea Selatan
Foto: all-that-is-interesting.com
Peta Semenanjung Korea yang terbagi jadi Korea Utara dan Korea Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in akan bertemu dalam perhelatan KTT Korut-Korsel yang akan digelar pada Jumat (27/4). Hal itu akan menjadi pertemuan pertama bagi pemimpin kedua negara.

Dikutip dari laman the Guardian, terdapat beberapa hal yang layak diketahui perihal penyelenggaraan KTT bersejarah tersebut

Di mana KTT dilaksanakan?

KTT Korut-Korsel akan digelar di Panmunjom, sebuah desa di daerah keamanan gabungan yang dijaga ketat oleh militer dari masing-masing negara.

Mengapa KTT Korut-Korsel penting bagi dunia internasional?

Dalam KTT, Korut dan Korsel akan membahas perihal denuklirisasi di Semenanjung Korea. Dalam beberapa tahun terakhir, Korut cukup intens mengembangkan program rudal dan nuklirnya. Pengembangan rudal nuklir Korut dianggap mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Amerika Serikat (AS) adalah negara yang paling vokal menyuarakan hal itu.

Kim Jong-un bahkan sempat mengklaim bahwa rudal balistik yang dikembangkan negaranya telah mampu menjangkau daratan AS. Klaim itu pula yang menyebabkan Presiden AS Donald Trump kerap melayangkan ancaman terhadap Korut.

Namun setelah serangkaian sanksi dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB, Korut akhirnya menyatakan kesediaan untuk melepaskan program rudal dan nuklirnya. Hal itu akan dibahas secara mendetail di KTT Korut-Korsel. Belum diketahui apakah Korut akan mengajukan syarat-syarat tertentu sebelum melepaskan program rudal dan nuklirnya.

Selain itu, dalam KTT tersebut, Korsel dan Korut juga akan membahas tentang kesepakatan perdamaian. Kedua negara diketahui pernah terlibat dalam Perang Korea pada 1950-1953. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata dan tanpa kesepakatan damai. Jadi hingga saat ini kedua negara sebenarnya masih dalam situasi peperangan.

Korsel telah mengatakan perjanjian perdamaian dapat tercapai bila Korut telah menyatakan komitmennya untuk menanggalkan program rudal dan nuklirnya.

Apa hasil yang mungkin terjadi?

Belum dapat diprediksi apa yang akan dihasilkan dari KTT tersebut. Walaupun Korut telah menyatakan siap meninggalkan program rudal dan nuklirnya, tetapi hal itu diperkirakan tidak akan dilakukan secara sukarela.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump telah memperingatkan bahwa AS tidak akan menghadiri KTT Korut-AS yang rencananya digelar pada akhir Mei atau awal Juni mendatang bila hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu denuklirisasi secara utuh di Semenanjung Korea.

Apa yang terjadi berikutnya?

Presiden Korsel Moon Jae-in telah mengatakan dialog antar-Korea kemungkinan akan berlanjut bila KTT Korut-AS membuahkan hasil positif. Bagaimana pun, Moon menilai KTT Korut-AS tak dapat dipisahkan dari upaya negaranya mewujudkan perdamaian dengan Korut.

"Jadi pertama, KTT Korsel-Korut harus membuat awal yang baik dan dialog antar-Korea kemungkinan berlanjut setelah kita melihat hasil pertemuan Korut-AS," kata Moon pekan lalu.

Baca juga: Agenda Pertemuan Perdana Pemimpin Korsel dan Korut

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement