REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Human Rights Watch (HRW) menybeut polisi imigrasi Thailand menahan pemimpin kelompok oposisi Kamboja, yang bermarkas di Denmark pada Kamis (26/4). Sementara pejabat Kamboja mengatakan pemerintah berunding dengan Thailand tentang penyerahan pria itu.
Penahanan tersebut dilakukan menjelang pemilihan umum pada Juli, saat Partai Rakyat Kamboja (CPP) milik Perdana Menteri Hun Sen diperkirakan menang setelah oposisi utama, Partai Penyelamatan Bangsa Kamboja (CNRP) dibubarkan Mahkamah Agung pada tahun lalu.
Sam Serey, kepala oposisi Kubu Pembebasan Bangsa Khmer (KNLF), ditangkap di pusat imigrasi di wilayah utara ibu kota Thailand, Bangkok, ketika berusaha memperpanjang visa Thailand-nya, kata kelompok hak asasi tersebut, yang bermarkas di New York.
"Perhatian utama kami adalah keselamatan Sam Serey jika dia dikirim ke Kamboja," kata Sunai Phasuk, peneliti senior Thailand di Human Rights Watch di Bangkok.
"Sebelum ini, kami telah melihat anggota KNLF diperlakukan tidak semestinya oleh pihak berwenang Kamboja ketika ditahan. Pemerintah Thailand harus mempertimbangkan hukum internasional saat ini," katanya.
Pada 2016, pengadilan Kamboja menghukum Sam Serey secara in absentia hingga sembilan tahun penjara karena merencanakan serangan. Bulan ini, Hun Sen menuduh Sam Serey dan kelompoknya merencanakan serangan di Kamboja, menyebutnya sebagai pengkhianat.
Sunai mengatakan Sam Serey ditangkap oleh polisi Thailand karena dia telah 'didaftar-hitamkan' oleh Kamboja atas rencana pengeboman. Juru bicara polisi nasional Thailand tidak memberikan komentar mengenai hal tersebut.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Kamboja, Khieu Sopheak, mengatakan pemerintah telah berhubungan dengan Thailand untuk membahas ekstradisi Sam Serey. "Kami meminta agar dia dideportasi ke Kamboja," katanya.
Thailand seringkali menyetujui ketika Kamboja telah memintanya untuk memulangkan warga negara dengan hukuman kriminal atau mereka yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Pada Februari, seorang wanita yang melemparkan sepatu di papan reklame yang menggambarkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen secara paksa dikirim dari Thailand ke Kamboja, di mana dia menjalani hukuman penjara dua tahun.
Oposisi CNRP dibubarkan setelah diketahui bersalah merencanakan untuk menggulingkan pemerintah dengan bantuan Amerika Serikat, sebuah tuduhan yang dibantah oleh keduanya.
Menjelang pemungutan suara pada Juli, CPP meningkatkan penuntutan terhadap penentang dan lawan politik. Gerai media, yang dianggap lantang terhadap pemerintah, juga ditutup.