REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mayoritas anggota konservatif Mahkamah Agung AS tampaknya siap untuk memberikan kemenangan hukum kepada Presiden AS Donald Trump. Larangan perjalanan Trump yang menargetkan beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim mungkin akan segera ditegakkan.
Para hakim konservatif termasuk Hakim Agung John Roberts dan Anthony Kennedy mengindikasikan keengganan mereka untuk menebak-nebak mengenai justifikasi keamanan nasional yang ditawarkan dalam kebijakan tersebut. Trump mengatakan larangan itu diperlukan untuk melindungi AS dari serangan militan Islam radikal.
Para penentang, yang dipimpin oleh Negara Bagian Hawaii, menduga kebijakan tersebut dimotivasi oleh permusuhan Trump terhadap Muslim. Pengadilan yang lebih rendah telah memutuskan terhadap masing-masing dari tiga versi yang diajukan oleh Trump, dan menyimpulkan bahwa kebijakan itu telah melanggar hukum imigrasi federal dan larangan Konstitusi AS untuk menjunjung satu agama atas agama lain.
Akan tetapi dengan adanya lima anggota konservatif dari sembilan anggota Mahkamah Agung, Trump tampaknya akan berada di pihak yang menang ketika hakim mengeluarkan keputusan mereka pada akhir Juni. "Satu-satunya poin saya adalah, jika Anda melihat apa yang telah dilakukan, kebijakan itu tidak terlihat sama sekali seperti larangan bagi Muslim," kata Hakim Konservatif Samuel Alito.
Trump menyerukan pelarangan total bagi Muslim untuk memasuki AS dan larangan perjalanan itu telah menjadi salah satu kebijakan paling kontroversial di masa kepresidenannya. Larangan perjalanan lama yang diumumkan pada September lalu telah melarang warga dari lima negara berpenduduk mayoritas Muslim untuk memasuki AS, yaitu Iran, Libya, Somalia, Suriah, dan Yaman. Faktanya, tidak seorang pun dari negara-negara itu yang telah melakukan serangan di AS.
Kebijakan imigrasi Trump telah menjadi bagian penting dari kepresidenannya. Dia juga telah membatalkan perlindungan bagi para imigran muda yang datang ke AS secara ilegal sebagai anak-anak.
Trump bertindak untuk melawan negara-negara dan kota-kota yang melindungi imigran gelap, serta mengintensifkan upaya deportasi.
Chad berada di daftar negara-negara yang ditargetkan oleh Trump yang diumumkan pada September lalu, tetapi telah dihapus pada 10 April. Irak dan Sudan berada di versi awal larangan tersebut. Venezuela dan Korea Utara (Korut) juga menjadi sasaran kebijakan itu.