REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan meminta pemerintah harus melakukan tindakan mengatasi polemik ojek daring atau ojek online (ojol). Dia mengatakan, pemerintah harus sesegera mungkin membuat payung hukum untuk ojek daring.
"Pertama, terbitkan dulu deh yang menjadi payung hukumnya ojek online. Bikin payung hukum itu dulu yang paling cepat harus dilakukan yang bisa mengatur tarif di dalamnya," kata Azas kepada Republika.co.id, Kamis (26/4).
Dia menjelaskan, setelah pembuatan payung hukum yang mengatur ojek daring, pemerintah bisa merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Azas beralasan, jika merevisi UU Nomor 22 terlebih dahulu kemudian membuat payung hukum, prosesnya akan terlalu lama.
Menurut dia, membuat payung hukum terlebih dahulu kemudian merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tidak masalah. "Sebetulnya ada sela di situ (UU Nomor 22). Kalau angkutan umum itu dipungut biaya atau tarif. Jadi, bisa dibuat payung hukumnya dulu," kata Azas menjelaskan.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pada Pasal 1 Ayat 10 memang menuliskan aturan mengenai tarif tersebut. Ayat pada pasal tersebut adalah kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan atau orang dengan dipungut bayaran.
Azas juga menilai aplikator penyedia jasa transportasi daring tidak boleh seperti saat ini. Harus ada regulasi tentang badan usaha angkutan online. "Tidak boleh itu aplikator turun seperti sekarang, seharusnya ada izin sebagai perusahaan angkutan umum," tutur Azas.
Dia menegaskan, aplikator tidak seharusnya menentukan tarif untuk transportasi daringnya, khususnya ojek daring. Azas meminta pemerintah bisa menindak tegas aplikator yang melakukan hal tersebut.