REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan terdakwa Warga Negara Taiwan penyeludup satu ton sabu ke Pantai Anyer divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis (26/4). Semua terdakwa terbukti bersalah dalam menyelundupkan sabu ke Indonesia.
Pertimbangan hakim menjatuhkan pidana mati adalah para terdakwa mengetahui barang yang dibawa merupakan sabu dan diberi upah yang besar. Persidangan kedelapan terdakwa ini digelar secara terpisah karena memiliki dua peran yang berbeda.
Ketua Majelis Hakim Effendi Mukhtar yang mengadili perkara tiga terdakwa, yakni Hsu Yung Li, Liao Guan Yu, dan Chen Wei Cyuan menyebut ditemukan fakta hukum para terdakwa mengetahui barang yang dibawa adalah narkotika.
"Majelis hakim telah menemukan fakta hukum bahwa walaupun pada awalnya terdakwa mengaku bahwa yang diterima itu adalah alat pertanian, tetapi akhirnya mengetahui bahwa barang yang dibawa adalah narkotika," kata Effendi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (26/4).
Dalam putusannya hakim menyatakan, bahwa terdakwa mereka telah menerima dan dijanjikan upah yang besar atas perannya dalam membawa sabu. Apalagi, para terdakwa mengetahui barang yang dibawanya adalah sabu.
Selain itu, para terdakwa juga tidak memiliki dokumen resmi kepemilikan sabu. Effendi menyebut ketiga terdakwa tertangkap tangan membawa sabu seberat satu ton.
Selama pemeriksaan di persidangan, majelis hakim tidak menemukan adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar yang dapat menghapuskan dan atau mengecualikan pidana bagi para terdakwa. Sehingga, para terdakwa pun dinyatakan bersalah dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan pidana yang telah dilakukannya.
Sementara itu pada persidangan terpisah di hari yang sama, lima kru kapal Wanderlust, Juang Jin Sheng, Sun Kuo Tai, Sun Chih Feng, Kuo Chun Yuan, dan Tsai Chih Hung juga dijatuhi hukuman mati. Ketua Majelis Hakim Haruno Patriadi mengatakan para kru kapal dijanjikan upah Rp 20 juta rupiah untuk mengantar narkotika.
Haruno menyebutkan terdakwa tidak memilki izin dari pejabat yang berwenang. Menurut keterangan terdakwa, lanjut Haruno, kepada saksi-saksi narkotika jenis sabu, para terdakwa berpedan menjadi penerima, mengirimkan atau menjadi perantara dan menerima upah per bulannya sebanyak Rp 20 juta per bulan per orang dengan bonus Rp 400 juta per orang.
Selain itu, perbuatan para terdakwa terbukti melanggar hukum karena membawa narkotika bukan untuk keperluan perkembangan ilmu teknologi atau pelayanan kesehatan. Haruno menyebut perbuatan terdakwa terbukti memiliki peran masing-masing dan bersekongkol.
"Para terdakwa memiliki peran masing-masing dalam bersekongkol atau bermufakat. Telah memenuhi unsur permufakatan jahat di dalam unsur delik tentang narkotika," ucap Haruno.