REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Sedikitnya 17 ribu hektare luas perkebunan kelapa sawit di Sumatra Barat butuh diremajakan tahun ini. Angka ini merupakan perkebunan dengan usia kelola di atas 25 tahun, dari total luas kebun sawit di Sumbar 250 ribu hektare. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumbar, Irman, menyebutkan bahwa sebagian besar kebun sawit yang perlu diremajakan dikelola sendiri oleh masyarakat, alias bukan milik perusahaan.
Irman menyebutkan, peremajaan sawit perlu dilakukan untuk menjaga stabilitas angka produksi secara jangka panjang. Masalah yang muncul, tidak semua pemilik lahan memiliki kantong yang cukup tebal untuk melakukan peremajaan kebun. Sebagai solusi, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengalokasikan Rp 25 juta per hektare untuk disalurkan kepada petani sawit.
"Peremajaan ini harus dilakukan, karena imbasnya adalah angka dan kualitas produksi," ujar Irman, Kamis (26/4).
Untuk mengajukan bantuan dana peremajaan, lanjut Irman, petani bisa mengajukan proposal melalui kelompok tani atau koperasi. Namun syarat pengajuannya adalah luas lahan minimal 25 hektare. Apkasindo Sumbar berencana melakukan koordinasi intensif dengan kelompok tani sawit yang ada di daerah terkait prosedur pengajuan dana peremajaan sawit ini.
Komoditas sawit memang menjadi primadona ekspor Sumatra Barat. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk industri pengolahan, sebesar 274,34 juta dolar AS. Kinerja perdagangan Sumbar memang sangat bergantung pada produk olahan CPO dan karet.
Meski menjadi komoditas unggulan, industri sawit memiliki tantangan besar yakni kampanye hitam yang menyerang produsen besar sawit dunia, seperti Indonesia dan Malaysia. Negara-negara eropa menerbitkan resolusi yang melarang penggunaan minyak sawit sebagai campuran biodiesel. Eropa menyebut sawit sebagai penyebab utama terjadinya deforestasi hutan.
Imbas berkembangnya isu itu ternyata cukup serius. Apkasindo mencatat, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari Sumbar anjlok. Pada periode 16-30 April 2018, harga TBS sebesar Rp 1.909 per kg, jauh di bawah periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2.300 per kg.