Kamis 26 Apr 2018 20:10 WIB

Ini Saran Pemuda Muhammadiyah di Tahun politik

Perilaku memperalat agama untuk kepentingan meraih kekuasaan menjadi perilaku jamak.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (kanan) bersama Aktifis HAM dan Anti Korupsi Haris Azhar (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (kanan) bersama Aktifis HAM dan Anti Korupsi Haris Azhar (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemuda Muhammadiyah menilai, kontestasi politik seringkali destruktif terhadap kehidupan sosial masyarakat, khususnya kerukunan umat beragama. Perilaku memperalat agama untuk kepentingan meraih kekuasaan menjadi perilaku jamak yang ditunjukkan oleh politisi Indonesia.

 

Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, kemunafikan dan keberpura-puraan rajin dipertontonkan untuk memperoleh simpati dari pemilih umat beragama. Di mana, simbol-simbol agama yang sama sekali tidak pernah dikenakan, jelang pemilu biasanya digunakan.

 

"Misal mendadak pakai Jilbab, mendadak rajin ke masjid, ke gereja, ke pesantren dan simbol-simbol religius lainnya bahkan tidak jarang, memaksakan diri menjadi imam shalat padahal tidak pantas dan tidak bisa," ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Kamis (26/4).

 

Menurutnya, perilaku mendadak religius tersebut menjadikan agama ruang pertarungan politik, rumah ibadah menjadi battle ground pemilu, dan merusak kerukunan umat beragama di Indonesia. "Karena politisi-politisi tersebut tidak menjadikan agama sebagai akhlak atau standar moral berpolitik namun memamfaatkan agama untuk menarik simpati demi kekuasaan," ucapnya.

 

Untuk itu, dia menyarankan, elit-elit politik tampil dan berpolitiklah dengan otentik, tidak dipenuhi dengan laku-laku mendadak religius yang cenderung menipu sehingga rumah ibadah dan agama tidak menjadi battle ground pertarungan syahwat kekuasaan para politisi. "Mari menghadirkan nilai-nilai akhlak dalam agama menjadi standar moral bagi praktik politik bukan memperalat agama sekedar untuk kekuasaan jangka pendek," ucapnya.

 

Dahnil mengatakan, dengan fenomena mendadak religius yang ditunjukkan para politisi kita tersebut, agaknya penting masyarakat untuk terus merawat akal sehatnya untuk menilai politisi."Tetap menjaga kerukunan antar umat beragama, jangan sampai upaya adu domba demi syahwat kekuasaan merusak keberagaman Indonesia," ucapnya.

 

"Ketika politik memecah belah, maka agama harus mempersatukan. Semoga tahun politik 2018 dan 2019 ini bisa kita lewati dengan penuh kebaikan," tandasnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement