Kamis 26 Apr 2018 20:56 WIB

Tekanan Rupiah Terus Berlanjut, BI akan Naikkan Suku Bunga

Depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan penguatan dolar AS.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andi Nur Aminah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan rupiah terus berlanjut, hingga Kamis (26/4), posisi rupiah telah menyentuh Rp 13.930 per dolar AS berdasarkan kurs tengah JISDOR Bank Indonesia (BI). Jika tekanan ini terus berlanjut, BI mengatakan akan menaikkan suku bunga kebijakan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menjelaskan, depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh penguatan mata uang AS (USD) terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based). "Apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlanjut serta berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan, yang merupakan mandat BI, BI tidak menutup ruang bagi penyesuaian suku bunga kebijakan BI7DRR," ujar Agus DW Martowardojo dalam pernyataan resminya, Kamis (26/4).

Menurut Agus, kebijakan ini tentunya akan dilakukan secara berhati-hati, terukur, dan bersifat data dependence, mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan. Ia menjelaskan, sampai dengan Rabu (25/4), tekanan terhadap rupiah masih berlanjut.

Penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia merupakan dampak dari berlanjutnya kenaikan yield UST (suku bunga obligasi negara AS) hingga mencapai 3,03 persen, yang merupakan tertinggi sejak tahun 2013. "Selain itu, depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintan valas yang meningkat pada triwulan II antara lain untuk keperluan pembayaran ULN dan pembiayaan impor, dan dividen," jelas Agus.

Akibatnya, rupiah pada 25 April 2018, terdepresiasi sebesar -0,23 persen atau -1,09 persen (mtd). Selanjutnya, pada 26 April 2018 terdepresiasi sebesar -0,88 persen (mtd). Depresiasi rupiah ini, Agus mengatakan, masih lebih rendah dibandingkan dengan depresiasi mata uang negara Asia lain termasuk Thailand THB (-1,12 persen, mtd), Malaysia MYR (-1,24 persen, mtd), Singapore SGD (-1,17 persen, mtd), Korea Selatan KRW (-1,38 persen, mtd), dan India INR (-2,4 persen, mtd).

Meskipun tekanan terhadap rupiah masih berlanjut, Agus mengatakan, fundamental ekonomi domestik masih dalam kondisi yang baik. Inflasi masih sesuai dengan kisaran 3,5 + 1 persen, defisit transaksi berjalan lebih rendah dari batas aman tiga persen PDB, momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut diikuti oleh struktur pertumbuhan yang lebih baik, dan stabilitas sistem keuangan yang tetap kuat.

Kepercayaan asing juga terus membaik yang tercermin pada upgrade rating Indonesia oleh Moodys, JCRA, dan R&I. Serta dimasukkannya obligasi negara ke dalam Bloomberg Global Bond Index.

Dengan memperhatikan perkembangan tersebut, dia mengatakan, Bank Indonesia telah melakukan langkah-langkah stabilisasi baik di pasar valas maupun pasar SBN (dual intervention) untuk meminimalkan depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan. Agus mengatakan, pihaknya akan menempuh langkah- langkah untuk memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendorong mekanisme pasar. BI senantiasa berada di pasar untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valas maupun rupiah.

"BI juga memantau dengan seksama perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik, dan mempersiapkan 2nd line of defense bersama dengan institusi eksternal terkait," kata Agus. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement