Jumat 27 Apr 2018 01:01 WIB

KPAI: Kemendikbud Harus Investigasi Kecurangan UN

Retno mengatakan ada dugaan kelengahan dari pengawas dan panitia

Sejumlah siswa SMP mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), di SMK Bina Karya Mandiri, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (24/4).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Sejumlah siswa SMP mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), di SMK Bina Karya Mandiri, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus melakukan investigasi terhadap kecurangan yang terjadi pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Lolosnya peserta UN yang membawa ponsel pintar ke dalam ruang ujian harus diinvestigasi karena sudah ada aturan dilarang membawa ponsel ke ruang ujian.

"Artinya, ada dugaan kelengahan dari pengawas dan panitia," ujar Retno di Jakarta, Kamis (26/4).

Selain itu, KPAI juga mempertanyakan dasar hukum dan aturan yang mana terkait anak-anak yang memfoto dan mengunggah soal UNBK akan dihukum dengan diberi nilai nol. Seharusnya, kata dia, Kemdikbud menjatuhkan sanksi berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS), Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), UU kerahasiaan Negara dan lain-lain, bukan tanpa dasar yang jelas.

"KPAI menilai bahwa cara dan pendekatan Kemdikbud dalam menangani dugaan kebocoran soal tidak mencerminkan perspektif perlindungan anak, bahkan tidak mengedepankan prinsip pembinaan dalam mendidik," jelasnya.

Retno juga menambahkan sepanjang UNBK masih dijadikan alat evaluasi selain pemetaan, maka potensi kecurangan masih akan terjadi. Hasil UNBK SMP digunakan untuk seleksi masuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA.

"Ini adalah akar persoalan, jadi seharusnya Kemdikbud mau bergerak untuk memperbaiki sistem evaluasi yang selama ini diterapkan, bukan menjadikan anak sebagai korban kebijakan dan akan dihukum pula," jelasnya.

KPAI menyesalkan ketika hukuman selalu menjadi kebijakan Kemdikbud karena menganggap bahwa mendidik dan mendisiplinkan anak harus dengan hukuman dan kekerasan. Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan pendidikan dan prinsip dalam mendidik anak sesuai tumbuh kembangnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement