REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for the Study of Islamic Thoughtand Civilization (INSIST), Adian Husaini mengatakan ulama dan umara harus berjalan seiringan sebagaimana pada masa sahabat, Salahuddin Al Ayyubi atau AlFatih. Sinergi antar ulama dan umara waktu itu melahirkan dampak positif yang luar biasa.
"Bentuknya bisa berbagi bentuk kadang-kadang ulama membantupenguasa bersama penguasa ada. Zaman Al Mamun, ulama Ahlu Sunnah beroposisimereka juga ditangkap, disiksa," ujar Adian kepada Republika.
Dalam konteks saat ini, Adian berpendapat tidak ada pergeseran terkait dengan peran ulama dalam suatu negara. Adian menilai, kendati setiap generasi terjadi perubahan situasi, namun secara tugas-tugas keulamaan tidak ada perbedaan.
Adian juga menyinggung tentang tradisi sowan yang dilakukan oleh para elit ke pada ulama jelang Pilkada dan Pilpres. Menurut Adian hal tersebut bukan sesuatu yang mesti dipermasalahkan.
Menurut Adian, yang terpenting ulama tersebut tidak mengubah kebenaran kepada mereka yang datang bersowan. Ulama harus tetap menyampaikansesuatu yang salah dan benar. Budaya sowan tersebut menuntut ulama untuk memiliki sikap independensi yang kuat.
"Dulu ulama kita berhubungan dengan penguasa, tapi tugas mereka tidak berubah itu yang harus dilakukan siapa pun penguasanya," tuturnya.
Adian menegaskan, pada intinya para ulama harus tetap menjadi seseorang yang menjaga kebenaran dan mengawal aqidah serta akhlak. Selain itu, lanjutnya, ulama harus tetap berperan menjaga syariat Islam.