REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sekelompok Muslimah di Ankara, Turki meluncurkan kampanye di media sosial yang dinamakan “Women in Mosque” atau Perempuan di Masjid dengan tagar #kadinlarcamilerde pada Oktober 2017. Forum tersebut membahas masalah-masalah yang dialami perempuan di Turki dalam mengakses masjid-masjid di Turki.
Dilansir di Al-Monitor, Kamis (26/4), mereka mengadakan pertemuan mingguan, dan menilai kebanyakan masjid tak memberikan ruang memadai untuk perempuan. Contohnya, kamar mandi khusus perempuan yang menjadi area penting untuk wudhu sering dikunci atau rusak di banyak masjid.
Selain itu, di beberapa masjid, wanita sering dikawal keluar dan diimbau beribadah di tempat yang tertutup dan jarang digunakan. Biasanya tempat itu dingin, kotor, gelap dan secara keseluruhan sangat tidak ramah untuk beribadah.
Kelompok Women in Mosque itu mendokumentasikan hal-hal tersebut. Meski banyak masjid yang ramah perempuan, namun mereka masih menemukan, misalnya lantai atas terkunci atau tidak tersedia, atau tangga sangat curam sehingga menjadi masalah keamanan, terutama untuk anak-anak dan orang tua.
Kerja keras kampanye Women in Mosque tak banyak dilirik masyarakat sampai sampai media BBC Turkey menyorotinya. Dalam pemberitaan, sebuah kutipan dari anggota kelompok itu membuat media sosial gempar.
"Kami bisa bekerja sama dengan laki-laki, kami bisa belajar bersama, tapi di masjid, kami diperintahkan untuk mundur,” ujar salah satu anggota.
Seorang imam di Ankara bernama Hasan mengatakan hal ini merupakan sebuah lingkaran setan. "Karena kebanyakan wanita tidak datang ke masjid, kebanyakan masjid tidak menyambut para wanita," kata dia.
Padahal, menurutnya, ratusan masjid di Turki diberi nama ibu, saudara perempuan, istri atau putri sultan Ottoman. Namun, ia menyayangkan tempat-tempat ini malah tak ramah bagi peremuan.
Seorang cendekiawan dan seorang Muslim yang taat, Berrin Sonmez, bahkan menyatakan perempuan harus bergabung dalam shalat Jumat di masjid. Namun, dia juga mengatakan para wanita yang membaca Alquran malah diminta pergi sebelum shalat Jumat sehingga pria dapat mengambil alih tempat wanita untuk shalat Jumat.
Direktorat Urusan Agama Turki (Diyanet) juga memperhatikan hal ini dengan membuat kampanye membuat masjid lebih ramah terhadap perempuan. Salah satu upayanya dengan memberikan pengumuman nama masjid yang menyediakan ruang bagi perempuan untuk shalat Jumat. Hal ini mempengaruhi peningkatan jumlah wisatawan Muslim dan pengungsi yang terbiasa menghadiri masjid.
Seorrang aktivis perempuan, Zehra Yilmaz yang juga penulis buku Female Piety: The Evolution of Islamist Women’s Movement, menjelaskan perdebatan mengenai kesetaraan gender dalam mengakses masjid. Dalam bukunya, Yilmas menjelaskan sebagian besar ordo religius di Turki tak menyukai kebijakan Diyanet yang telah mencoba membuat masjid lebih ramah wanita.
Hingga saat ini para anggota kampanye Women in Mosque masih giat menyampaikan kampanye masjid ramah perempuan. Mereka juga telah menyelenggarakan sesi doa solidaritas di masjid-masjid yang belum bersahabat dengan wanita.