REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Calon direktur badan intelejen Amerika Serikat, CIA, Gina Haspel pada Jumat (27/4), secara pribadi menyakinkan para senator bahwa dia tidak akan menggunakan kembali program penahanan dan interogasi. Gina Haspel, yang kini menjabat sebagai Wakil Direktu CIA, akan menyatakan komitmen itu dalam sidang uji kelayakan pada 9 Mei mendatang.
Saat ini pencalonan Haspel ditentang banyak pihak karena dianggap punya peran dalam sebuah program di mana CIA menahan dan menginterogasi orang-orang yang diduga anggota kelompok bersenjata Alqaeda dalam fasilitas penjara-penjara rahasia di berbagai negara, dengan menggunakan teknik penyiksaan.
Seorang pejabat pemerintah membenarkan bahwa Haspel telah menyatakan komitmen kepada para senator secara pribadi bahwa dia tidak akan membiarkan CIA mengaktifkan kembali program penahanan dan interogasi itu. Dia juga menyatakan bahwa semua badan pemerintahan Amerika Serikat yang terlibat dalam proses interogasi harus mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, kata sumber yang tidak mau identitasnya diungkap.
Baca juga, Ternyata CIA Memiliki Penjara Rahasia di Thailand
Sementara itu Daniel Hoffman, mantan pejabat senior CIA yang mengenal dengan baik Haspel, mengatakan bahwa Haspel telah belajar banyak dari kontroversi program interogasi yang melibatkan penyiksaan. "Dia memiliki keahlian mendalam mengenai berbagai program anti-terorisme, termasuk bagian gelap dari sejarah kami ini," kata Hoffman.
"Dia telah belajar dari pengalaman itu," kata dia.
Presiden AS Donald Trump menunjuk Haspel, yang merupakan perempuan pertama yang akan mengepalai CIA, untuk menggantikan Mike Pompeo, yang baru saja menjadi menteri luar negeri. Dia akan menjalani sidang uji kelayakan dengan Komite Intejelen Senat.
"Sejauh perhatian Senator Mark Werner, komitmen untuk mematuhi hukum bukan hal yang luar biasa, tapi syarat wajar dari calon untuk dipertimbangkan," kata juru bicara sang senator Partai Demokrat.
Janji terbuka dari Haspel untuk tidak memberlakukan kembali program penahanan dan interogasi akan menjadi hal signifikan, mengingat pada tahun lalu Trump menyatakan bahwa penyiksaan adalah metode efektif untuk mendapatkan informasi dari teroris dan akan menggunakannya kembali.
Sejumlah senator sebelumnya keberatan karena dia bertanggung jawab terhadap sebuah fasilitas rahasia di Thailand di mana para tahanan disiksa dengan berbagai teknik brutal seperti waterboarding. Presiden pada saat itu, George W Bush, mengesahkan kebijakan bernama Rendition, Detention and Interrogation Program itu sebagai respon atas peristiwa 11 September 2001.
Haspel, yang berpengalaman menjadi agen rahasia selama 30 tahun, telah mendapat dukungan dari puluhan mantan pejabat senior AS.