REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemerintah Jerman sedang menggodok rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang ekspor senjata ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turki. Jerman menganggap ketiga negara terlibat dalam konflik militer.
Dilaporkan laman Aljazirah, draf RUU ini diusulkan oleh partai oposisi sosial-demokratik Die Linke. Dalam RUU tersebut, selain senjata, diatur pula pelarangan pengiriman berbagai barang serta jasa ke negara-negara yang mungkin menggunakannya untuk pelanggaran hak asasi manusia.
Kendati demikian, draf RUU tersebut banyak mencurahkan fokusnya ke Saudi, UEA, dan Turki. Saudi dan UEA dinilai berperan dalam peperangan atau konfrontasi senjata yang kini masih berlangsung di Yaman. Sedangkan Turki dianggap berperan dalam eskalasi militer yang terjadi di Afrin, Suriah, di mana mereka menargetkan paramiliter Kurdi.
Bila disetujui, UU ini akan melarang ekspor berbagai jenis senjata dan beragam barang lainnya yang dapat digunakan Saudi, UEA, dan Turki, dalam menunjang operasi militernya masing-masing. Hal ini tentu akan memangkas pendapatan Jerman dari bidang pertahanan.
Antara 2013 dan 2017, Saudi menjadi salah satu negara yang menerima pasokan senjata terbesar dari Jerman. Nilai pembelian senjata Saudi ke Jerman diperkirakan mencapai 1,2 miliar dolar AS.
Pada kuartal ketiga 2017, Jerman mengekspor sebagian besar senjata ke Saudi, Israel, dan Mesir. Namun pada Januari lalu, Pemerintah Jerman telah mengumumkan akan menghentikan semua ekspor senjata ke negara-negara yang terlibat dalam perang yang sedang berlangsung di Yaman.
Dalam RUU terbaru, larangan ekspor senjata diperluas dengan menyertakan Turki serta negara-negara lain yang berpotensi melanggar hak asasi manusia.