REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengaku tidak mengetahui adanya rencana pembagian sembako oleh panitia yang dilaksanakan pada Sabtu (28/4). Pembagian sembako itu menyebabkan kericuhan dan sampah yang bertebaran di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
"Panitia tidak menjelaskan perkiraan jumlah massa yang mau dihadirkan, ternyata sekitar pukul 11.15 WIB jumlah massa yang datang sudah sekitar 100 ribu orang, " kata Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (30/4).
Melihat situasi seperti itu, Mangara yang mengaku bersama Kapolres dan Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Jakarta Pusat serta Dandim langsung mengambil tindakan untuk menutup beberapa pintu masuk menuju Monas dan membuka pintu keluar yang ada di sisi dekat kantor Pertamina.
"Kemudian dilakukan penghentian, sedangkan yang sudah siap mendapatkan sembako dikawal dengan sistem antreannya yang diubah," kata Mangara.
Baca juga, Sandi: Ketua Acara Pembagian Sembako tak Menghadap Saya.
Wali Kota membantah kalau pihaknya kecolongan terhadap yang terjadi, termasuk membantah ditemukannya kupon sembako dari salah satu partai. "Kalau pingsan ada dan kemudian langsung ada penanganan. Beberapa yang pingsan juga dibawa ke rumah sakit, kelanjutannya saya tidak monitor. Dan panitia baru akan dipanggil, " kata Wali Kota.
Mangara menjelaskan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno sudah mengarahkan bahwa untuk ke depan siapa pun warga yang akan melakukan kegiatan di Monas harus mampu menjelaskan kegiatannya seperti apa. "Kalau ini mereka kelihatannya tidak memperkirakan jumlah warga yang datang. Karena satu indikasinya waktu itu kami panggil ada berapa panitianya, panitianya juga tidak memadai jumlahnya," kata Wali Kota