Rabu 02 May 2018 11:53 WIB

Knesset Beri Otoritas kepada PM Israel untuk Nyatakan Perang

Perdana Menteri Israel membutuhkan persetujuan dari Menteri Pertahanan untuk perang

Rep: Winda Destiana Putri/ Red: Nidia Zuraya
Pesawat militer dengan bendera Israel dibelakangnya.
Foto: israelforum.com
Pesawat militer dengan bendera Israel dibelakangnya.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Knesset, atau Parlemen Israel, telah memutuskan memberi otoritas kepada perdana menteri untuk menyatakan perang. Pernyataan perang tersebut bisa dilakukan saat terjadi situasi mencekam, dan itu hanya membutuhkan persetujuan oleh menteri pertahanan.

Kepastian itu diputuskan setelah Parlemen Israel mengadakan pertemuan pada 30 April lalu. Dilansir laman Aljazirah Rabu (2/5) pada awalnya, Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Konstitusi, Komite Hukum dan Keadilan menentang usulan itu, tetapi kemudian disetujui oleh Knesset selama pembacaan kedua dan ketiga.

Meskipun Benjamin Netanyahu saat ini akan membutuhkan persetujuan dari Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman, tidak jarang bagi perdana menteri Israel untuk diangkat sebagai menteri pertahanan selama mereka di kantor. David Ben-Gurion, Menachem Begin, Yitzhak Rabin, Ehud Barak dan Shimon Peres semua menjabat sebagai menteri pertahanan selama bertugas sebagai perdana menteri.

Sebelum pemungutan suara, Netanyahu mengklaim menemukan informasi rahasia dari intelijen mengenai program nuklir Iran. Netanyahu mengatakan, Israel memperoleh 55 ribu halaman dokumen Iran yang mengungkapkan bagaimana Teheran berbohong kepada dunia setelah menandatangani perjanjian penting pada 2015 untuk mengekang program nuklirnya.

Sementara itu Presiden Donald Trump diharapkan mengumumkan keputusannya pada 12 Mei mendatang mengenai keputusan apakah AS akan menarik diri dari kesepakatan atau tidak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement