REPUBLIKA.CO.ID, Tumpukan kardus tergeletak di sebuah rumah di pemukiman padat, tepatnya di Jalan Budi Mulya, RT 12 RW 13, Pademangan Barat, Jakarta Utara. Rumah yang hanya terdiri dari satu petak kecil berukuran 4x4 meter tersebut, hanya memiliki satu tempat tidur dengan diisi satu keluarga yang beranggotakan empat orang yaitu Komariah (48) dan ketiga anaknya termasuk MR (10).
MR merupakan salah satu korban meninggal akibat datang ke Monumen Nasional (Monas) untuk menukarkan kupon dengan sembako yang digelar oleh Forum Untukmu Indonesia (FUI) di Monumen Nasional, Sabtu (28/4) lalu. Salah satu anak Komariah, Dian Kartika (30) mengungkapkan, MR merupakan anak berkebutuhan khusus.
Namun, MR dikenal sebagai anak yang aktif dan cerdas. Bahkan, dalam berkomunikasi, terkadang MR menggunakan bahasa isyarat.
"Dia (MR) down syndrome, ngomongnya pakai bahasa isyarat. Kalau lapar dia megang perut, kalau haus kadang dia bisa ngomong 'aus' 'aus' gitu, pinter anaknya," kata Tika saat ditemui di lokasi, Rabu (2/5).
Walaupun MR termasuk anak yang berkebutuhan khusus, MR tetap dapat menempuh pendidikan. Tika menjelaskan, MR bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"MR) Sekolah di situ di Dian Grahita dapat rekomendasi dari RT RW sini. Kita mah nggak mampu kalau biayai di sekolah begitu," kata Tika.
MR sendiri selama ini diasuh oleh ibunya Komariah. Komariah diketahui tidak memiliki pekerjaan.
"Mama gak kerja, mama ngurusin almarhum aja. Pagi sekolah, pulang jam dua, ya kalu udah pulang ya udah di dalam (rumah). Paling main jam 17.00 WIB kalau minta keluar," tambahnya.
Namun, Komariah memiliki pekerjaan sampingan dengan mengumpulkan kardus-kardus untuk di jual kepada pengepul yang berada tidak jauh dari kediamannya. Sebab, Komariah tidak ingin mengharapkan uang untuk kehidupan sehari-harinya bersama MR dari kakak-kakaknya.
"Biayain hidup dari anak-anak saja. Dari kakak-kakaknya aja sehari-harinya. Ibu gak kerja apa-apa. Ini baru ngumpulin kardus, inisiatif dia sendiri. Kan kalau nunggu anaknya baru bulanan atau mingguan baru ngasih," kata Tika.
Tika menceritakan, Suami Komariah telah meninggal sekitar tujuh bulan lalu. Ia diketahui memiliki empat orang anak, termasuk MR.
Anak pertama yaitu Tika yang sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Tika tidak tinggal bersama Komariah, namun hanya ketiga adiknya termasuk MR yang tinggal bersama Komariah.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Komariah dan MR dibiayai oleh anak keduanya yaitu Dede Komarudin (27) yang berprofesi sebagai pengendara ojek online dan anak ketiganya Adi Ashari (20) yang berprofesi sebagai petugas kebersihan atau office boy.
Rumah yang saat ini ditinggali oleh Komariah merupakan rumah kontrakan yang sudah ditinggali sejak setahun lalu oleh Komariah bersama ketiga anak laki-lakinya. Semantara, Tika ikut bersama suaminya tinggal di Tambun, Bekasi.
"Saya kadang pulang (ke tempat Komariah) paling lama sebulan sekali. Kalau gak sekali dua pekan," ujar Tika.
MR sendiri dimakamkan di kampung halaman almarhum ayahnya, tepatnya di kawasan Kemang Parung, Bogor. Tika mengaku, seluruh pihak keluarga telah ikhlas dengan kepergian MR.
Namun, ia tetap menuntut agar ada pertanggungjawaban dari pihak panitia terkait tragedi tersebut. Walaupun begitu, pihak keluarga pun tidak menginginkankan jika dilakukannya autopsi maupun visum.
"Kasihan kalau sampai kayak di visum atau di autopsi," kata Tika.
Ia juga mengaku bingung karena belum ada pihak dari panitia yang datang untuk bertanggung jawab atas tragedi yang menimpa adiknya tersebut.
"Gak ada pihak yang mengatasnamakan panitia. Jadinya bingung, ngebleng gitu," tambahnya.
Ketua RT 12 RW 13, Pademangan Barat, Jakarta Utara, Sujiwanto membenarkan bahwa belum ada pihak yang mengatas namakan panitia FUI yang mendatangi keluarga korban. Keluarga korban juga masih shock dengan tragedi yang menimpa anggota keluarganya tersebut.
"(Keluarga masih) Bingung, jadi mau nuntut pertanggungjawaban panitianya sampai mana gitu. Itu doang," kata Sujiwanto.
Sujiwanto mengatakan, pihak keluarga tidak menuntut kasus tersebut untuk diusut secara tuntas. Namun, keluarga menuntut adanya pertanggungjawaban dari pihak panitia.
"Jadi saya tanya Bu Kokom (panggilan bu Komariah) maunya apa, kalau nuntut sampai tuntas keluarganya gak mau. Di visum dan digali (kuburannya) gak mau. Karena udah tenang (almarhum). Takutnya kalau diusut sampai tuntas kan divisum. Cuma dia nuntut tanggung jawab panitianya aja," tambah Sujiwanto.
Terkait kupon yang beredar di lingkungan warga, Sujiwanto belum mengetahui asal-usul kupon tersebut. Pihaknya pun juga masih mencari siapa yang mengedarkan kupon tersebut pertama kalinya. Sebab, informasi yang ia dapatkan, kupon telah dibagikan oleh warga ke warga lainnya.
"Saya juga kurang paham (kupon itu dari siapa). Pas saya lagi kerja, tahu-tahu warga udah dapat semua saja kupon. Saya marahin warga. Ada yang dapat kupon dari sana. Ada yang dari pihak sini," katanya.
Korban lainnya, adalah MJ (12) yang merupakan warga RT 4 RW 11. Saat menuju Monas, MJ diketahui dalam keadaan sehat.
Ketua RT 4 RW 11, Pademangan Barat, Jakarta Utara, Muslim mengungkapkan, MJ tidak ditemani oleh kedua orang tuanya saat berangkat ke Monas. MJ diketahui pergi bersama ketiga temannya menggunakan bus yang telah disediakan di titik penjemputan yaitu di SMA N 40, Jakarta Utara, yang tidak jauh dari kediaman MJ.
"Orang tuanya (ayahnya) lagi kerja, ibunya lagi nganterin anaknya yang paling kecil berobat ke rumah sakit," kata Muslim.
Muslim mengatakan, hingga saat ini belum ada pihak yang datang untuk bertanggung jawab terhadap tragedi yang menimpa MJ tersebut. Namun, dari pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta akan membantu keluarga MJ untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Saya dateng (ke rumah MJ), dipanggil sama Ibu Lurah, terus dari Kecamatan juga ada. Dari wali kota juga ada. Dari Dinas Pariwisata juga ada. Ya bilangnya mau ngusut gitu saja. Kalau dari panitia yang mau tanggung jawab itu gak ada," tambahnya.
Menurut informasi yang diterima Muslim, sekitar 10 warganya yang menerima kupon tersebut. Namun, hanya lima orang warganya yang ikut berangkat ke Monas untuk menukarkan kupon. Untuk berangkat ke Monas, lanjut Muslim, ada 10 bus yang disiapkan di titik kumpul yaitu di SMA N 40 dan Ruko Permata Ancol.
"Kalau kuponnya yang bagi-bagi saya gak tahu, tahu-tahu orang udah pada pegang kupon semua. 10 orang ada lah yang dapat kupon dari sini (RT 4 RW 11). Yang berangkat ada sekitar lima orang. Berangkatnya itu tergiurnya sama mobil-mobil yang berjejer itu. Ada mobil penjemputan. Ada Mikrolet, ada Kopaja, ada Metromini. Ada mobil tentara juga. Pagi, banyak, sekitar 10 ada," tambahnya.
Terkait kupon yang dibagikan, tidak ada pihak yang menginformasikan akan adanya pembagian kupon di RT 4 RW 11 tersebut. Bahkan, ia tahu adanya pembagian kupon setelah warganya mendapatkan pembagian kupon. Sehingga, ia tidak tahu dari mana asal-usul kupon tersebut.
"Gak ada (pemberitahuan terkait pembagian kupon ke RT). Ibu Lurah kemarin bilang juga gak ada. RW juga gak ada. Udah pada berangkat saja karena ada pembagian kupon, (informasinya) besok jam 07.00 WIB ada kumpul di ruko (Ruko Permata Ancol), juga ada di SMA 40," tambahnya.