REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah menjadi proyek percontohan pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) menggunakan teknologi microwave yang ramah lingkungan. Teknologi noninsenerasi atau tanpa pembakaran ini membuat limbah medis bisa diolah langsung di dalam area rumah sakit.
Selama ini limbah B3 biasanya dimusnahkan dengan cara dibakar dan menghasilkan asap, sehingga tempat pengolahan limbah diwajibkan berjarak minimal 500 meter dari pemukiman penduduk, berdasarkan aturan pemerintah yang berlaku. Bali memiliki setidaknya 55 rumah sakit dengan total 5.803 kamar inap.
Founder dan Chairman D&V Medika, Vincentius Lianto mengatakan ini bentuk kepedulian perusahaan akan sampah medis di Bali. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali mendata selama ini sampah medis padat (solid medical waste) di Bali dibawa dan diolah di Jawa.
"Bali adalah kota wisata dunia. Jangan sampai sampah-sampah medis ini menimbulkan masalah di kemudian hari," kata Vincentius dijumpai Republika.co.id di Denpasar, Kamis (3/5).
Pemilihan Sanglah sebagai rumah sakit umum pusat terbesar di Pulau Dewata, kata Vincentius harapannya mendorong persepsi positif akan pengelolaan sampah medis di Bali. Kegiatan ini harus dilakukan secara berkesinambungan.
Investasi yang dikeluarkan untuk mesin bernama Ecodas yang didistribusikan perusahaan D&V Medika ini mencapai lima miliar rupiah per unit. Saat ini mesin tersebut sudah dipasang satu unit di RSUP Sanglah.
Mesin Ecodas di RSUP Sanglah bisa mengolah sampah medis dengan kapasitas 150 kilogram (kg) per 30 menit. Sanglah menghasilkan sampah medis hingga satu ton per hari di mana 90 persen limbah yang masih bernilai ekonomi bisa diolah menggunakan mesin ini selama tujuh hingga delapan jam.
Ketua Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI), Saut Marpaung mengatakan investasi yang dikeluarkan rumah sakit untuk membeli mesin pengolahan ini jauh lebih efisien dari jumlah yang dikeluarkan untuk mengolah sampah medis ke luar Bali melalui pihak ketiga. RSUP Sanglah misalnya menghabiskan Rp 6 miliar untuk pengolahan sampah medis selama setahun.
"Mengolah sampah medis dengan mesin ini jauh lebih hemat, hingga 50 persen ketimbang memakai jasa pihak ketiga," ujarnya.
D&V Medika bekerja sama dengan APDUPI juga sedang menyiapkan pabrik pengolahan limbah B3 di level lokal Bali untuk membantu fasilitas layanan kesehatan meminimalkan biaya pengolahan pihak ketiga yang saat ini relatif mahal. Pabrik ini nantinya berada di Negara, Kabupaten Jembrana.