REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- D&V Medika sebagai perusahaan agen tunggal pemasok mesin pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) di Indonesia menggandeng Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia (APDUPI). Keduanya menghadirkan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyolusikan tuntas penanganan limbah medis noninsenerasi (tanpa pembakaran) berteknologi modern dan ramah lingkungan.
Founder dan Chairman D&V Medika, Vincentius Lianto mengatakan perusahaannya mengadakan mesin pengolah limbah medis berteknologi microwave yang mampu mengubah limbah medis berbahaya menjadi tidak berbahaya. Mesin bernama Ecodas berkapasitas pengolahan 150 kilogram (kg) per 30 menit ini sudah terpasang satu unit di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Kota Denpasar, Provinsi Bali.
Limbah dibakar dengan teknologi uap, tidak menghasilkan polusi, sehingga bisa diolah langsung di dalam area rumah sakit. Selama ini limbah B3 biasanya dimusnahkan dengan cara dibakar dan menghasilkan asap, sehingga tempat pengolahan limbah diwajibkan berjarak minimal 500 meter dari pemukiman penduduk, berdasarkan aturan pemerintah yang berlaku.
"Ini bentuk kepedulian kami akan sampah medis di Bali dan dalam rangka mewujudkan Bali bebas sampah medis," kata Vincentius dijumpai Republika.co.id, Kamis (3/5).
Perusahaan juga sedang menyiapkan pabrik pengolahan limbah B3 berkonsep green medical waste solution di level lokal Bali. Ini untuk membantu fasilitas layanan kesehatan meminimalkan biaya pengolahan pihak ketiga yang saat ini relatif mahal sebab diolah di Pulau Jawa.
Pabrik pengolahan limbah B3 ini nantinya berada di Negara, Kabupaten Jembrana. Ketua APDUPI, Saut Marpaung menambahkan APDUPI sebagai asosiasi pendaur ulang bertugas mendampingi dan mengedukasi rumah sakit memanfaatkan hasil olahan limbah medis untuk didaur ulang.
"Beberapa jenis limbah plastik medis yang masih bernilai ekonomi, di antaranya botol infus, kemasan cairan asam kuat, selang, masker oksigen, spuit bekas, dan kemasan bekas obat-obatan," katanya.
Sampah-sampah medis tersebut bisa didaur ulang menjadi produk baru, seperti kantong sampah medis untuk rumah sakit, segel gas, dan ember cor. Limbah hasil olahan yang tidak bernilai ekonomis, kata Saut bisa dimanfaatkan menjadi batu bata sampah.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan Indonesia darurat pengolahan limbah medis. Saut mengatakan saat ini ada sekitar delapan ribu ton sampah medis yang belum terolah di Indonesia.
Kapasitas pengelolaan limbah medis lebih kecil ketimbang pertumbuhan sampah medis. Contoh kejahatan luar biasa adalah kasus pembuangan limbah medis berbahaya di sebuah tempat pembuangan sampah (TPS) Desa Panguragan Wetan, Kabupaten Cirebon akhir tahun lalu.