Kamis 03 May 2018 23:20 WIB

Polisi Usir Provokator dari Ruang Debat Pilwalkot Bekasi

Kericuhan berawal dari kritik Supriyanto soal program Transpatriot

Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah anggota kepolisian terpaksa mengeluarkan seorang pendukung dari pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi-Tri Adhianto Tjahyono dari ruang debat kandidat Pilkada 2018 karena dianggap provokator kericuhan, Kamis (3/5). Pantauan Antara di lokasi debat kandidat jilid II yang berlangsung di Hotel Santika, Kecamatan Medansatria, Kota Bekasi, melaporkan kericuhan terjadi pada sesi akhir debat sekitar pukul 11.30 WIB.

Dalam sesi akhir itu, pasangan petahana nomor urut 1 Rahmat Effendi-Tri Adhiyanto dan pasangan nomor urut 2 Nur Supriyanto-Adhy Firdaus saling beradu argumen perihal moda transportasi massal Transpatriot. Insiden itu berawal saat Calon Wali Kota Bekasi Nur Supriyanto kritik program transportasi massal Transpatriot yang dianggapnya tidak berjalan optimal sejak 2016 hingga sekarang.

"Ini harusnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihatnya. Ada satu anggaran yang sudah dipakai belanja, tapi tidak digunakan," katanya.

Anggaran belanja yang dimaksud oleh Nur adalah alokasi pengadaan sembilan unit bus Transpatriot senilai Rp 11 miliar pada 2016 yang hingga kini seluruh bus tersebut belum beroperasional. Rahmat menjawab bahwa, molornya pengoperasian transportasi massal ini bukan hanya terjadi di Kota Bekasi, namun daerah lain seperti Palembang dan Yogyakarta yang membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun sebelum bus tersebut benar-benar beroperasional.

"Pembelian bus Transpatriot terjadi pada 2017, karena bertepatan dengan masa habis jabatan saya dengan Bapak Ahmad Syaikhu (Wakil Wali Kota Bekasi)," kata Rahmat.

Tentang pengaduan ke KPK dan BPK, Rahmat menilai jabatannya sebagai kepala daerah merupakan seorang politisi, bukan pengguna anggaran. "Kalau ada mark up (korupsi) boleh laporkan, lagian saya bukan pengguna anggaran," katanya.

Nur pun menanggapi jawaban Rahmat, bahwa seorang kepala daerah atau pemimpin harusnya bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya untuk masyarakat. "Ilmu kepemimpinan yang saya miliki, harusnya komandan (pimpinan) bertanggung jawab, bukan menyerahkan ke orang lain," kata Nur.

Ucapan Nur menyulut emosi Rahmat dan sejumlah pendukungnya di dalam ruang debat, salah seorang pemuda kemudian dikeluarkan dari ruang debat tersebut. Pemuda berkemeja warna putih dan kuning ini dikeluarkan karena dianggap mengganggu jalannya debat karena berupaya menuju panggung debat ke arah pasangan nomor urut 2.

Suasana mendadak ricuh sehingga petugas keamanan dan kepolisian setempat bergegas meredam amarahnya serta mengeluarkannya dari ruang rapat.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement