REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Brunei Darussalam tengah menyiapkan kontrak kerja sama terkait penempatan dan perlindungan TKI di Brunei Darussalam. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pembahasan draft MoU ini akan mulai dilakukan dan dinegosiasikan oleh kedua negara.
"Saya sampaikan kepada Pak Menaker pada tingkat menteri luar negeri kita sudah sepakat untuk menyegerakan negosiasi tersebut dengan harapan negosiasi tersebut dapat segera diselesaikan," ujar Retno di Istana Presiden Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/5).
Retno mengatakan, draft MoU tersebut mengatur mengenai penempatan dan perlindungan para TKI. Salah satunya yakni masalah struktur biaya. Menurut dia, selama ini masalah tersebut belum dibahas oleh kedua negara sehingga membuat para TKI merasa terbebani dengan biaya penempatan.
Dengan adanya kerja sama di bidang tersebut, maka hak-hak para TKI di Brunei Darussalam diharapkan dapat lebih terlindungi. "Tenaga kerja kita bisa saja dia terbebani selama beberapa bulan untuk membayar kembali biaya penempatan. Jadi saya kira cost structure ini adalah isu yang selalu menjadi perhatian dari pak menteri," kata Menlu.
Ia menyampaikan, terdapat sekitar 80 ribu Warga Negara Indonesia yang berada di Brunei Darussalam. Sebagian besar WNI tersebut merupakan tenaga kerja Indonesia.
"Sebanyak 80 ribu berarti sekitar 20 persen dari total penduduk Brunei Darusalam," tambahnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun meminta Sultan Brunei Darusalam, Sultan Haji Hassanal Bolkiah untuk memperhatikan keamanan bagi WNI di Brunei.
"Sultan mengatakan sudah merupakan komitmen bagi sultan untuk memperhatikan keamanan, kesejahteraan mereka yang ada di Brunei Darusalam," kata Retno.
Selain itu, Sultan Bolkiah juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Indonesia atas keberadaan para tenaga kerja Indonesia. Menurut Sultan Bolkiah, para TKI di Brunei pun turut memberikan kontribusi bagi negara Brunei, baik secara ekonomi maupun sosial.
Dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Sultan Brunei Darussalam itu, juga dibahas isu lainnya. Salah satunya yakni isu kawasan ASEAN terkait kesepakatan mengenai pentingnya sentralitas dan kesatuan ASEAN serta terkait dukungan ASEAN kepada ASEAN Humanitarian Assistance (AHA) Center yang markasnya berada di Jakarta.
"Karena AHA center ini merupakan tangan ASEAN untuk membantu bila terjadi bencana atau ada bantuan kemanusian dll, yang selama ini kita lihat masih kurang dari segi pendanaan," ujarnya.
Karena itu, Indonesia dan Brunei, serta negara-negara anggota ASEAN lainnya juga telah sepakat untuk memberikan bantuan finansial bagi operasi AHA Center. Selain itu, Pemerintah Indonesia dan Brunei juga mendorong penyelesaian pembahasan mengenai masalah code of conduct.